wmhg.org – JAKARTA – Asosiasi Pengusaha Pusat Perdagangan Indonesia (Hippindo) mengungkapkan bahwa penjualan produk fashion di Indonesia mengalami penurunan sekitar 10% pada paruh pertama tahun ini. Produk lokal kalah bersaing dengan produk global.
Ketua Umum Hippindo, Budihardjo Iduansjah, menjelaskan bahwa penurunan ini disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi daya beli masyarakat dan persaingan dengan barang-barang dari luar negeri.
Menurut Budihardjo, banyak konsumen yang lebih memilih untuk membeli barang-barang global atau branded di luar negeri ketimbang di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh harga yang lebih tinggi di dalam negeri dan ketersediaan produk yang terbatas.
Kebanyakan orang menunggu waktu yang tepat untuk belanja di luar negeri, karena harga di Indonesia lebih mahal, ujar Budihardjo kepada media KONTAN, Rabu (11/9).
Baca Juga: Penjualan Eceran Membaik di Agustus, Pengusaha Ingatkan Impor Ilegal Meningkat
Selain itu, Budihardjo juga menyoroti kesulitan yang dihadapi dalam mendapatkan barang dengan model terbaru di Indonesia. Ia menyebutkan bahwa barang-barang baru dari brand global sering kali tidak tersedia atau terlambat dibandingkan dengan pasar luar negeri.
Kalau kami bisa memenuhi kebutuhan ini dengan harga yang bersaing dan stok yang cukup, seharusnya kita tidak kalah dengan negara lain seperti Malaysia atau Singapura, jelasnya.
Masalah lain yang dihadapi adalah adanya barang impor ilegal yang dijual secara online, yang turut mengganggu pasar resmi. Budihardjo menyebutkan bahwa penjualan barang-barang fashion ilegal ini sering kali tidak membayar pajak dan mempengaruhi daya saing produk lokal.
Budihardjo menambahkan bahwa meskipun sektor fashion mengalami penurunan, sektor makanan dan minuman (FMB) masih menunjukkan kinerja yang baik.
Penjualan makanan dan minuman masih stabil dan belum turun signifikan, imbuhnya.
Baca Juga: Kurangi Limbah Baju, Zara Bakal Tawarkan Layanan Baju Bekas di AS Bulan Depan
Dalam konteks pemulihan ekonomi pasca-pandemi, Budihardjo mencatat bahwa penurunan penjualan fashion terjadi sejak pandemi COVID-19 berakhir, dan hal ini berdampak pada daya beli masyarakat serta dinamika perdagangan global. Ia juga mencatat bahwa regulasi dan peraturan pemerintah yang baru, seperti revisi Permendag dan peraturan lainnya, turut mempengaruhi sektor retail.
Budihardjo berharap agar pemerintah dapat mempertimbangkan kebijakan yang lebih mendukung industri peritel domestik, termasuk pengawasan yang ketat terhadap barang impor ilegal dan regulasi yang lebih ramah bagi pengusaha lokal.
Kami berharap pemerintah bisa fokus pada stabilitas ekonomi dan politik dalam negeri serta mendorong belanja di dalam negeri, pungkasnya.