wmhg.org – JAKARTA. Wacana pembentukan kementerian khusus perumahan tengah mencuat. Wacana itu dilontarkan Ketua Satgas Perumahan Presiden terpilih Prabowo Subianto, Hashim S. Djojohadikusumo.
Pembentukan Kementerian Perusahaan direncanakan terpisah dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan (PUPR) agar fokus menjalankan program 3 juta rumah yang akan menjadi salah satu program prioritas pasangan presiden-wakil presiden terpilih periode 2024-2029, Prabowo-Gibran.
Sejumlah pengamat properti berharap kementerian itu nantinya dapat dikelola secara baik oleh sosok menteri yang benar-benar memahami akar persoalan sektor perumahan.
Pengamat properti dari Knight Frank Indonesia, Syarifah Syaukat mengatakan, persoalan perumahan sangat kompleks, sehingga tidak bisa dipelajari secara cepat. Sementara persoalan backlog, pembiayaan perumahan dan daya jangkau masyarakat terutama generasi milenial harus cepat dituntaskan dengan pendekatan yang tepat.
Sehingga menurutnya, diperlukan sosok menteri yang memahami data dan terapan kebijakan secara historis, serta mampu membawa perubahan yang konkrit dalam kebijakan penyediaan perumahan terutama untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
“Sebaiknya individu yang telah paham (perumahan), karena akan mempermudah akselerasi capaian hunian terjangkau untuk seluruh lapisan masyarakat,” ujar Syarifah, Selasa (10/9).
Pengamat properti dari Leads Property, Martin Samuel Hutapea juga berpendapat sosok menteri perumahan yang ditunjuk haruslah memahami apa yang menjadi prioritas dalam penyelenggaraan perumahan. Diantaranya keterkaitan antara populasi, daya beli, lokasi kerja, karakteristik lokasi, hingga ketersediaan lahan. Sedangkan yang perlu mendapat perhatian adalah mereka yang kesulitan mengusahakan hunian, meski pun sudah bekerja.
Sementara itu, CEO Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda menegaskan terbentuknya kembali kementerian perumahan membawa harapan bahwa persoalan penyediaan perumahan atau papan sudah menjadi aspek penting yang diperhatikan pemerintah seperti halnya penyediaan sandang dan pangan.
Menurutnya, kapasitas yang harus dimiliki menteri perumahan harus memahami kondisi pasar perumahan saat ini dan terlibat langsung sebagai praktisi, sehingga kebijakan yang diambil dapat sesuai dengan harapan.
Ia menyarankan agar yang dipilh presiden nantinya berasal dari pengusaha atau profesional yang juga mengerti politik. Sebab, kata dia, sektor perumahan ke depan tentunya sarat dengan kepentingan politik.
Adapun, Ketua Umum Asosiasi Real Estat Broker Indonesia (AREBI) Lukas Bong yberharap Kementerian Perumahan akan dipimpin oleh sosok menteri yang paham betul di bidang ini. Menurutnya, pemahaman tersebut penting karena sektor perumahan di Tanah Air jauh tertinggal beberapa dekade dibandingkan negara-negara tetangga.
Akan lebih baik kalau profesional dan mengerti persoalan perumahan. Kita sudah lihat bagaimana gebrakan sosok profesional seperti Menteri Basuki di bidang infrastruktur. Kami berharap orang seperti itu juga dipercaya mengurusi sektor perumahan, kata Lukas.
Sedangkan pelaku industri perumahan, Fajar R. Zulkarnaen, memandang sektor perumahan terkesan seperti diabaikan. Oleh karena itu, ia menyambut baik rencana pembentukan Kementerian Perumahan itu.
Ia juga mengusulkan agar nama dan wewenangnya diperluas menjadi Kementerian Perumahan dan Pengembangan Perkotaan. Sebab, ke depan penduduk Indonesia mayoritas akan tinggal di perkotaan. Ini tren dunia yang tidak dapat dihindari, sehingga kalau tidak dipersiapkan termasuk soal huniannya maka akan jadi persoalan baru yang cukup serius.
Kontribusi Perumahan ke PDB
Hashim S. Djojohadikusumo, mengatakan program perumahan akan dijadikan sebagai salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia yang ditargetkan pasangan Prabowo-Gibran minimal 8% per tahun.
Ia bilang, sektor itu dipilih karena berkaca dari kesuksesan beberapa negara di dunia, terutama China, yang menjadikan sektor perumahan sebagai penopang pertumbuhan ekonominya.
“Dari tahun 1980-an hingga 2017, sektor perumahan menyumbang 25% terhadap produk domestik bruto (PDB) Tiongkok. Selama 35 tahun, ekonomi Tiongkok tumbuh kurang lebih 10% dengan perumahan dan sektor terkait, termasuk konstruksi, menjadi pendorongnya,” tutur Hashim, Kamis (29/8).
Sementara di Indonesia, kata dia, kontribusi sektor perumahan terhadap PDB masih kecil, sekitar 3%. Oleh karena itu, pemerintahan Prabowo-Gibran akan mendorong kontribusi sektor perumahan terhadap PDB bisa mencapai 25%.
Hashim mengakui bahwa sektor properti Tiongkok dalam 7 tahun terakhir memang terpukul karena kelebihan pasokan. Namun, menurutnya, Indonesia juga bisa belajar dari kondisi itu untuk mengantisipasi tidak terjadi hal serupa, tetapi memberikan dampak berkelanjutan terhadap pertumbuhan PDB.
Lebih lanjut, Hashim menjelaskan bahwa program 3 juta rumah itu terdiri dari 1 juta unit rumah di perkotaan yang ditujukan kepada masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan 2 juta di pedesaan (di mana 1 juta di antaranya di wilayah pesisir).
Program 3 juta rumah ini juga ditujukan untuk mengentaskan persoalan kesenjangan angka kebutuhan rumah (backlog) kepemilikan rumah di Tanah Air. Badan Pusat Statistik (BPS) dalam Survei Sosial Ekonomi (Susenas) Tahun 2023 mencatat angka backlog masih mencapai 9,9 juta unit. Sementara setiap tahun, ada potensi tambahan backlog 800.000 karena pertambahan rumah tangga baru.
Hashim bilang, setidaknya ada 37 juta unit rumah harus dipenuhi pemerintah. Pasalnya, selain untu membangun hunian baru, masih ada sekitar 27 juta rumah tidak layak huni saat ini.