wmhg.org – AstraZeneca Indonesia (AZI) dan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Indonesia mengumumkan Penandatanganan Pembaruan Memorandum Saling Pengertian untuk memperluas reboisasi dan restorasi lahan kritis di DAS Citarum dari 10 juta menjadi 20 juta pohon.
Kolaborasi ini menandai langkah penting dalam upaya bersama untuk mendukung reboisasi, keanekaragaman hayati, mata pencaharian berkelanjutan, dan konservasi sumber daya air melalui program global perusahaan, AZ Forest.
Perubahan iklim diperkirakan dapat meningkatkan suhu dan memperburuk kualitas udara yang membuat Indonesia menjadi negara paling terpolusi ke-14 di dunia, dengan Jakarta sudah mengalami tingkat polusi udara yang berbahaya yang mempengaruhi kesehatan pernapasan seperti pneumonia, asma, tuberkulosis, kanker paru-paru, dan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK).
Pada saat yang sama, sektor kesehatan juga berkontribusi terhadap perubahan iklim, menyumbang sekitar 5% emisi gas rumah kaca secara global, sehingga semua pihak yang terlibat dalam pelayanan kesehatan memiliki peran dalam memberikan solusi yang berkelanjutan.
Darurat iklim memiliki dampak yang sangat besar terhadap prevalensi dan penyebaran penyakit serta secara langsung memengaruhi kesehatan manusia. AstraZeneca mengambil tindakan nyata untuk mengatasi krisis iklim dan alam yang kita hadapi, karena kami menyadari hubungan yang kuat antara kesehatan manusia dan planet kita, kata Esra Erkomay, Presiden Direktur AstraZeneca Indonesia.
Melalui program Ambition Zero Carbon yang berbasiskan ilmu pengetahuan, AstraZeneca sedang melakukan pengurangan emisi gas rumah kaca di seluruh rantai nilainya. Selain itu, melalui program AZ Forest yang bernilai $400 juta, perusahaan sedang menanam dan merawat 200 juta pohon hingga tahun 2030 di enam benua dengan mitra ahli untuk memulihkan hutan dan alam serta mempromosikan keanekaragaman hayati, serta mendukung mata pencaharian yang berkelanjutan.
Tahun lalu saya telah mengunjungi lokasi AZ Forest, dan saya terkesan bahwa program ini tidak hanya menanam jutaan pohon, tetapi juga berfokus untuk mengedukasi ribuan petani mengenai pengetahuan dan keterampilan praktik pertanian berkelanjutan, yang akan membantu melindungi lingkungan untuk banyak generasi mendatang.” kata Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Republik Indonesia.
Sungai Citarum memiliki panjang 297 km dari sumbernya di Cisanti, Kabupaten Bandung hingga Muara Gembong di Bekasi. Sungai ini pernah disebut sebagai salah satu jalur air paling tercemar di dunia, karena emisi industri telah mencemari sungai dengan bahan kimia dan logam berbahaya, sementara limbah telah menghalangi aliran sungai.
“Saya sangat mengapresiasi dukungan serta kemitraan AstraZeneca atas komitmennya untuk turut menjaga kelestarian DAS Citarum dengan menanam 20 juta pohon dan 500 ribu pohon di sekitar Danau Toba. Model kerjasama yang baik ini bisa diikuti oleh perusahaan lain. Perlu dipastikan, pohon yang ditanam tersebut benar-benar tumbuh dengan baik dan bermanfaat bagi masyarakat, tegas Menko Luhut.
Pada tahun 2020, perusahaan mengumumkan penandatanganan Memorandum Saling Pengertian pertamanya dengan pemerintah Indonesia, sebagai bagian dari kemitraan publik-swasta untuk memulihkan lahan kritis dan keanekaragaman hayati di DAS Citarum. Indonesia menjadi salah satu negara pertama yang meluncurkan program AZ Forest.
Esra juga menambahkan,” Saya menghargai komitmen dan upaya yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam mengatasi perubahan iklim dan kerugian alam melalui reboisasi dan konservasi. Sebagai mitra tepercaya pemerintah yang berkomitmen untuk memberikan pelayanan kesehatan yang berkelanjutan, kami bangga dengan dampak yang telah diciptakan oleh AZ Forest terhadap lingkungan dan masyarakat petani di sekitarnya”
Dalam Pembaruan Memorandum Saling Pengertian ini, program AZ Forest bertujuan untuk memperluas rencana penanaman pohon di lahan kritis di sekitar DAS Citarum hingga 20 juta pohon, untuk memperkuat komitmen dan posisi AstraZeneca dalam memimpin keberlanjutan kesehatan, serta mendukung percepatan restorasi pada kerusakan yang ada di DAS Citarum. Selain itu, bersama dengan Kementerian, kami akan melakukan studi kelayakan untuk memahami kerangka hukum dan persyaratan untuk proyek karbon sebagai upaya untuk memperkuat ekosistem keberlanjutan, jelas Esra.
Nani Hendriati, Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan mengatakan bahwa diterbitkannya Peraturan Presiden No. 15 tahun 2018 telah membuat penanganan krisis Citarum lebih efektif. “Peningkatan kondisi Sungai Citarum melibatkan banyak pihak dari 13 kabupaten dan kota dengan total populasi 18 juta. Namun, hal ini tidak akan berhasil tanpa kolaborasi dari seluruh pihak, termasuk Pemerintah, masyarakat, kemitraan dengan pihak swasta, seperti AstraZeneca.”
Oleh karena itu, Menteri Koordinator Luhut mengapresiasi peran AstraZeneca dalam mendukung pencapaian Pengendalian dan Penanggulangan Kerusakan DAS Citarum (PPK DAS Citarum), di mana keberhasilan Citarum Harum dengan konsep pentahelix diapresiasi dalam forum internasional COP26 di Glasgow pada tahun 2021.
Konsep pentahelix meningkatkan koordinasi dan kerjasama. Sebelumnya, berbagai lembaga dan masyarakat bekerja secara individual dan terlalu sektoral egois, tutup Deputi Nani.