wmhg.org – Pemerintah sedang menyusun Peraturan Pemerintah (PP) baru terkait program pensiun wajib bagi pekerja. Hal ini merupakan tindak lanjut dari Undang-undang (UU) Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK).
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Ogi Prastomiyono, menyatakan bahwa aturan ini bertujuan untuk meningkatkan replacement ratio pekerja di Indonesia.
Replacement ratio adalah rasio antara pendapatan yang diterima saat pensiun dengan gaji terakhir yang diterima saat masih aktif bekerja.
Tindak lanjut dari Pasal 189 ayat 4 yang memungkinkan pemerintah membuat program pensiun tambahan bersifat wajib untuk pekerja dengan penghasilan tertentu, dan program ini akan dilaksanakan secara kompetitif, kata Ogi dalam sambutannya pada acara HUT Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI) di Jakarta, Rabu (4/9/2024) lalu.
Menurut dia,saat ini Indonesia memiliki replacement ratio sebesar 15-20 persen, yang masih jauh di bawah standar yang ditetapkan oleh International Labour Organization (ILO) sebesar 40 persen dari penghasilan terakhir pekerja. Oleh karena itu, peningkatan replacement ratio sangat diperlukan untuk menjamin kesejahteraan para pensiunan.
Sementara, merujuk pada Pasal 189 ayat 4 UU P2SK, program pensiun wajib ini akan diberlakukan untuk pekerja dengan pendapatan di atas batas tertentu.
Meski demikian, Ogi belum memberikan detail mengenai berapa besar gaji minimum yang akan menjadi acuan kewajiban iuran dana pensiun tersebut.
Pekerja dengan pendapatan di atas nilai tertentu akan diwajibkan untuk memberikan iuran pensiun tambahan secara sukarela, namun bersifat wajib. Aturan ini akan diatur lebih lanjut dalam PP dan Peraturan OJK (POJK) yang sedang disiapkan, jelas Ogi.
Terkait pengelolaan dana pensiun wajib, Ogi menyebut bahwa nantinya pengelolaan bisa dilakukan oleh Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) atau Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK), yang akan bersaing secara kompetitif. Namun, belum ada keputusan akhir mengenai pihak mana yang akan mengelola dana pensiun ini.
Lebih lanjut, Ogi menegaskan bahwa program pensiun wajib ini berbeda dari BPJS Ketenagakerjaan (TK) yang saat ini sudah ada. Penyelenggaraan program pensiun tambahan yang bersifat wajib ini tidak akan dilakukan oleh BPJS TK, tetapi bisa oleh DPPK atau DPLK, ujarnya.
Selain mewajibkan iuran dana pensiun untuk pekerja dengan penghasilan tertentu, pemerintah juga akan menerapkan aturan baru terkait pencairan dana pensiun. Mulai Oktober 2024, dana pensiun tidak dapat dicairkan sebelum peserta mencapai masa kepesertaan minimal 10 tahun.
Upaya Menjaga Keberlanjutan Industri Dana Pensiun
Kebijakan baru ini, menurut Ogi, merupakan langkah pemerintah untuk menjaga stabilitas industri dana pensiun nasional. Hal ini merespons meningkatnya kasus pencairan dana di muka oleh para peserta dana pensiun.
Salah satunya melaluiProgram Pensiun Iuran Pasti (PPIP), di mana peserta harus mengalihkan 80 persen dari manfaat tundaannya ke program anuitas, kecuali untuk pendapatan di bawah pertumbuhan yang dapat diambil secara tunai. Mulai Oktober, tidak boleh ada pencairan anuitas sebelum 10 tahun.
Program anuitas adalah produk asuransi jiwa yang memberikan pembayaran bulanan kepada peserta yang telah memasuki usia pensiun, janda/duda, atau anak selama jangka waktu tertentu. Ogi juga menambahkan bahwa pencairan dana di muka yang dilakukan oleh peserta sebenarnya melanggar aturan yang ada dan seharusnya diberikan sanksi.