wmhg.org – Sidang putusan perkara dugaan korupsi proyek pembangunan Jalan Tol Sheikh Mohammed Bin Zayed (Tol MBZ) yang dijadwalkan pada Jumat (26/07), dinyatakan ditunda oleh Hakim Kepala Fazhal Hendri dengan alasan berkas putusan belum selesai. Sidang putusan akan kembali dilanjutkan pada Selasa, 30 Juli 2024.
Menanggapi rangkaian persidangan ini, mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri (Kabareskrim Polri) Komjen Pol. (Purn) Susno Duadji menilai kasus dugaan korupsi pembangunan Tol MBZ, tidak ada kaitannya dengan kerugian keuangan negara.
Ada ketentuan bahwa BUMN harus saling bersinergi satu sama lain. Dalam kasus ini, uang Jasa Marga melalui anak usaha PT JJC dibayarkan ke Waskita, itu kan sama-sama BUMN. Bajanya pun dibeli dari Krakatau Steel, dan itu juga BUMN. Siapa yang diuntungkan? Ya BUMN,” ujar Susno dilansir WartaEkonomi, Senin (29/7/2024).
“Jadi tidak ada kerugian keuangan negara. Jika seandainya pun ini keuangan milik negara, justru tidak terbukti merugikan, namun malah menguntungkan negara karena yang terima keuntungan tersebut adalah BUMN,” tambahnya.
Susno menegaskan bahwa Jaksa telah keliru memahami dan menerapkan hukum di dalam persidangan ini.
Tuduhan dugaan merugikan keuangan negara ini juga pernah ditepis dalam fakta persidangan sebelumnya. Sebelumnya, Saksi Ahli Bidang Hukum Keuangan Negara Dian Puji N. Simatupang menegaskan dalam perkara korupsi Tol MBZ ini tidak merugikan keuangan negara.
Staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) itu juga menyatakan bahwa PT JJC bukan perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Dia memaparkan pembangunan jalan tol MBZ tidak menggunakan uang negara, melainkan uang milik PT JCC.
Maka, jika ada pelanggaran keuangan, PT JCC tidak bisa dijerat dengan pasal korupsi melainkan dengan pasal Undang-Undang Perseroan Terbatas (PT) karena pendanaan proyek jalan tol itu berasal dari pinjaman dan dari kas perusahaan.
“Tidak ada pendanaan dari Pemerintah, kata Dian Puji saat menjadi saksi di sidang Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (11/06).
Menyikapi penundaan putusan hakim, Penasihat Hukum Eks Direktur Utama PT Jasamarga Jalanlayang Cikampek (JJC) Djoko Dwijono (DD) dan Ketua Panitia Lelang PT JJC Yudhi Mahyudin (YM), Adi Supriyadi dan Raden Aria Riefaldhy mengatakan, penundaan ini merupakan keputusan Majelis Hakim.
Tadi disampaikan Majelis Hakim keputusan belum siap. Mungkin ada pertimbangan-pertimbangan yang mau dimasukkan, kata Aria kepada media.
Dari sisi penasihat hukum, ia menyatakan tetap berharap keputusan yang digelar hakim pada Selasa mendatang akan memberikan kebebasan bagi YM dan DD.
Dasar permohonan kebebasan bagi YM dan DD, lanjut Aria, adalah karena dalam fakta persidangan yang disajikan Jaksa Penutut Umum (JPU) terbukti tidak ada keterkaitan langsung.
Jadi dari DD maupun YM tidak terbukti unsur melakukan perbuatan melawan hukum, menerima uang dan/atau menjanjikan sesuatu, dan jelas yang merugikan negara itu bukan PT JJC-nya atau Jasa Marga, karena hanya bertugas menjalankan lelangnya saja, ucapnya lagi.
Selain itu, ia juga menekankan bahwa YM mengalami kondisi kesehatan yang kurang baik dan sudah menahun.
Ini sudah kami sampaikan kepada Majelis dan JPU bahwa YM memiliki track record penyakit bawaan. Diabetes, ginjal yang hanya 20 persen, dan gangguan jantung. Tapi beliau tetap hadir sebagai bentuk pertanggungjawabannya, kata Aria.
Terkait akan melakukan banding terhadap putusan hakim, pihaknya menyatakan mempertimbangkan kembali, dengan dilandasi pada nilai kebaikan hukum.
Intinya, yang kita inginkan adalah kebebasan bagi YM dan DD, tandasnya.
Hal senada dikatakan Penasihat Hukum DD, Adhi Supriyadi, penundaan ini karena keputusan belum siap.
Kalau dari kami, sudah disampaikan, bahwa tidak ada fakta-fakta hukum yang memenuhi syarat dari dakwaan JPU itu. Baik pasal 2 maupun pasal 3. Tidak ditemukan perbuatan melawan hukumnya, kata Supriyadi.
Ia juga meyakini bahwa posisi kliennya, DD, kuat secara hukum.
Kalau keputusannya nanti berbeda, kami minta ada pihak lain yang ditarik. Karena ada pihak yang di dalam persidangan dinyatakan terlibat persekongkolan, tapi tidak ditindaklanjuti, tutup Supriyadi.