wmhg.org – JAKARTA. Kebijakan moratorium smelter nikel kelas II oleh Pemerintah Indonesia dinilai merupakan langkah tepat.
Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (PUSHEP), Bisman Bhaktiar, mengatakan, saat ini sudah cukup banyak smelter berteknologi rotary klin electric furnace (RKEF) yang memproduksi Nickel Pig Iron (NPI) dan Ferronickel (FeNi).
Nilai tambahnya tidak terlalu tinggi. Untuk kebijakan moratorium pemerintah tidak perlu (menerbitkan) payung hukum lagi. Cukup dengan tidak memberikan izin pembangunan smelter baru, jelas Bisman kepada Kontan, Minggu (4/8).
Bisman melanjutkan, kebijakan pemerintah melarang pembangunan smelter RKEF baru dapat dimaknai sebagai upaya menghentikan investasi proyek baru. Artinya, untuk proyek eksisting masih dapat berjalan.
Meski demikian, pemerintah didorong untuk tetap melakukan evaluasi khususnya berkaitan dengan teknologi yang digunakan, kepatuhan regulasi hingga aspek keselamatan dan lingkungan.
Untuk itu diperlukan pengawasan yang lebih ketat oleh Pemerintah. Strategi yang perlu untuk meningkatkan nilai tambah adalah dengan membangun ekosistem industri berbasis nikel dan pengembangan industri turunan dari produk hasil smelter, sambung Bisman.
Menurutnya, dengan langkah tersebut, maka upaya menciptakan nilai tambah sektor nikel dapat tercapai. Selain itu, langkah ini diyakini akan mampu menciptakan multiplier effect yang lebih maksimal.