wmhg.org – JAKARTA. Rencana pemberlakuan kebijakan insentif fiskal yang menyasar berbagai jenis mobil diyakini dapat berdampak positif terhadap kelangsungan usaha industri otomotif nasional.
Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasmita sebelumnya menyampaikan, pemerintah menyiapkan skema insentif untuk industri otomotif yang meliputi pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan diskon Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) Ditanggung Pemerintah (DTP).
Insentif PPN dan PPnBM ini ditujukan untuk berbagai jenis kendaraan roda empat, baik itu mobil listrik, mobil hybrid, dan mobil konvensional atau internal combustion engine (ICE).
Pengamat Otomotif sekaligus Akademisi Institut Teknologi Bandung (ITB) Yannes Martinus Pasaribu mengatakan, kebijakan insentif fiskal untuk beragam jenis mobil, termasuk listrik, hybrid, dan ICE, dianggap cukup penting untuk menyelamatkan industri otomotif di tengah berbagai tantangan seperti penurunan daya beli masyarakat dan tekanan pasar.Â
Insentif seperti PPN DTP dan PPnBM yang lebih luas memungkinkan produsen untuk menjaga daya saing, mendorong konsumsi, dan mempertahankan pertumbuhan industri, ujar dia, Senin (9/12).
Namun, perlu dicermati juga bahwa insentif yang mencakup mobil hybrid dan ICE berpotensi menimbulkan dilema terhadap semangat elektrifikasi yang sedang diusung pemerintah. Dalam hal ini, fokus pemerintah pada elektrifikasi yang bertujuan mendukung transisi energi bersih bisa tereduksi jika mobil berbahan bakar fosil tetap mendapat dukungan setara.
Dari sudut pandang kebijakan, terdapat urgensi untuk membedakan besaran dan teknis insentif fiskal berdasarkan kategori mobil. Dalam praktiknya, mobil listrik dapat memperoleh insentif tertinggi karena dampaknya yang signifikan dalam mengurangi emisi.Â
Sementara itu, mobil plug in hybrid electric vehicle (PHEV) dapat diberi insentif tingkat menengah, sedangkan mobil hybrid dapat diberi insentif setingkat di bawah mobil PHEV dengan penekanan berupa fokus insentif tetap mengarah pada teknologi yang mengarah ke elektrifikasi secara penuh.
Untuk mobil ICE, insentif sebaiknya bersifat terbatas atau ditargetkan pada inovasi efisiensi bahan bakar, imbuh dia.
Menurut Yannes, diferensiasi insentif sangat penting untuk dapat menjaga keseimbangan antara mendukung industri otomotif nasional yang saat ini sedang lesu sembari tetap mengupayakan agenda jangka panjang untuk mempercepat adopsi teknologi ramah lingkungan. Hal ini sejalan dengan target net zero emission (NZE) Indonesia pada 2060 nanti.
Lebih jauh, rencana pemberian insentif pajak dapat menjadi katalis untuk menarik investasi baru di sektor otomotif nasional, terutama jika kebijakan ini dirancang strategis dan berkelanjutan. Insentif seperti PPN dan PPnBM DTP yang mendukung berbagai jenis mobil, khususnya elektrifikasi, dapat memberikan sinyal positif kepada calon investor bahwa pemerintah serius dalam menciptakan iklim investasi yang kompetitif, terutama jika kebijakan ini selaras dengan peraturan perundang-undangan terkait peningkatan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN).Â
Kebijakan insentif fiskal juga menjadi pertanda bahwa pemerintah dapat menciptakan iklim investasi yang kondusif bagi produsen otomotif. Keberadaan insentif tidak hanya berdampak pada penurunan biaya produksi, melainkan juga memberi kepastian kepatuhan terhadap regulasi yang mewajibkan penggunaan komponen lokal sebagai syarat pemberian insentif.
Kombinasi insentif dan kepatuhan terhadap peraturan TKDN dapat meningkatkan daya tarik Indonesia sebagai basis produksi kendaraan, mendorong investasi baru, dan memperkuat industri otomotif nasional, ungkap dia.
Terlepas dari itu, efektivitas kebijakan insentif pajak bergantung pada implementasi yang konsisten dan pengawasan yang ketat terhadap perkembangan semua pabrikan mobil yang ada di dalam negeri dengan tetap memperhatikan upaya pemenuhan TKDN.Â
Pemerintah perlu memastikan bahwa insentif pajak tidak hanya sekadar untuk memperpanjang napas pabrik perakitan mobil yang ada di dalam negeri di tengah situasi ekonomi yang stagnan maupun untuk menarik investasi dalam jangka menengah. Lebih dari itu, dengan adanya insentif, maka pemerintah harus konsisten untuk mendorong transfer teknologi dan pengembangan kapasitas industri lokal, sehingga dapat memberikan manfaat jangka panjang bagi perekonomian Indonesia.