wmhg.org – JAKARTA. Produksi batubara nasional telah melampaui target produksi pada tahun 2024. Terhitung, masih tersisa sekitar lebih dari satu bulan sampai tutup tahun ini, produksi batubara nasional telah mencapai 711,37 juta ton batubara atau 100,19% dari rencana produksi sebesar 710 juta ton batubara.
Sampai akhir 2024, diproyeksikan produksi batubara bisa mencapai sekitar 800 juta ton batubara. Adapun, produksi batubara nasional pada tahun 2023 mencapai 775 juta ton, melebihi target yang ditetapkan sebesar 694,5 juta ton.
Berdasarkan data dari Mineral One Data Indonesia (MODI) per 15 November 2024, produksi batubara nasional telah mencapai 711,37 juta ton batubara atau 100,19% dari rencana produksi sebesar 710 juta ton batubara. Secara rinci, realisasi ekspor batubara mencapai 359,62 juta ton batubara dan realisasi domestik mencapai 316,06 juta ton.
Kelebihan pasokan (oversupply) menjadi tantangan lantaran jika oversupply terjadi, maka bakal berakibat pada penurunan harga komoditas batubara hingga penurunan profitabilitas perusahaan.
Sekretaris Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Rita Susilawati mengatakan, produksi batubara tidak sampai terjadi over supply yang tidak terkendali karena produsen batubara saat ini cenderung mengamankan perjanjian jual beli batubara (kontrak) dengan buyer eksisting, sehingga tujuan penjualan relatif sudah pasti dan stabil.
“Dari sisi pemerintah, sesuai peraturan perundangan terdapat konsep pengendalian produksi yang saat ini wujud implementasinya adalah melalui persetujuan FS (kapasitas produksi maksimal), penyelenggaraan RKAB, digitalisasi pengawasan (aplikasi MOMS membatasi jumlah penjualan batubara tidak melebihi RKAB),” kata Rita saat dihubungi, Jumat (15/11).
Kontan mencatat, target produksi batubara nasional dalam Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) 2024 yang telah disetujui sebesar 922,14 juta ton batubara.
Plt Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) Gita Mahyarani memproyeksikan produksi batubara tahun ini bakal berkisar 800 juta ton batubara. Pesatnya produksi batubara pada tahun ini lantaran adanya penambahan permintaan batubara domestik (baik kelistrikan maupun smelter) dan juga ekspor karena case seperti kekeringan di beberapa negara yang menyebabkan penggunaan PLTA-nya terhambat seperti China, dan beberapa negara di asia tenggara.
“Hal tersebut yang menyebabkan beberapa negara kembali menggunakan PLTU mereka dan mengimpor batubara dari Indonesia,” kata Gita saat dihubungi, Jumat (15/11).
Menurut Gita, dengan produksi yang telah mencapai target per awal November, produksi batubara secara nasional tidak akan mengalami kelebihan pasokan karena adanya permintaan dalam negeri dan sudah dialokasikan, begitu pun untuk batubara yang diekspor.
Untuk menjaga agar produksi batubara tidak oversupply, kata Gita, perlu dilakukan pengendalian produksi dan kontrol yang dilakukan oleh pemerintah. Sebab, oversupply akan berpengaruh terhadap harga batubara di pasar.
Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association (IMA) Hendra Sinadia mengungkapkan produksi batubara nasional pada tahun ini diproyeksikan bakal lebih tinggi dari realisasi produksi pada tahun 2023 sebesar 775 juta ton. Produksi yang meningkat ini lantaran beberapa faktor-faktor yang mendorong antara lain, permintaan batubara global dan domestik terus meningkat. Sementara harga meski lebih rendah dari tahun lalu akan tetapi masih dalam level yang positif.
Hendra menyebut kelebihan pasokan batubara secara global sudah terjadi pada 2023 dan diperkirakan masih akan berlanjut di 2024 bahkan di 2025. Kelebihan pasokan bukan saja karena produksi Indonesia yang relatif tinggi tapi juga produksi domestik di Tiongkok dan India juga cukup tinggi.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (Pushep), Bisman Bhaktiar besarnya produksi batubara perlu menjadi perhatian karena jika terlalu eksploitatif akan berakibat pada lingkungan hidup.
“Harus menjadi perhatian bagi pemerintah untuk menetapkan target produksi tahun depan dan melakukan pengawasan operasi tambang di lapangan. Faktor lingkungan harus menjadi perhatian utama agar tidak berdampak buruk,” ujar Bisman saat dihubungi, Jumat (15/11).
Menurut Bisman, pengendalian produksi batubara perlu dilakukan pemerintah dengan penetapan produksi yang tepat dalam dokumen RKAB dan pengendalian rutin produksi bulanan yang sudah bisa dilakukan dalam sistem digital, serta pengendalian kegiatan operasional di lapangan melalui pengawasan.