wmhg.org – JAKARTA. PT Pelindo Solusi Logistik (SPSL) memahami keberatan yang disampaikan pelaku usaha terkait tarif tol Cibitung-Cilincing dan membuka diri untuk berdialog dengan dunia usaha, khususnya pelaku industri logistik, guna mendengarkan masukan lebih lanjut.
Direktur Utama PT SPSL, Joko Noerhudha mengatakan bahwa perusahaan ini akan terus berkomunikasi dengan pemerintah, dalam hal ini Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT), untuk memastikan kebijakan tarif yang diterapkan mendukung efisiensi dan keberlanjutan sektor logistik nasional.
Kami akan berkoordinasi dengan BPJT sebagai regulator agar tarif yang diterapkan tidak hanya mempertimbangkan nilai investasi dan biaya pemeliharaan, tetapi juga kemampuan membayar (ability to pay) serta kesediaan membayar (willingness to pay) pengguna jalan, ujar Joko dalam paparan kinerja dan capaian SPSL 2024 di Jakarta, Selasa (10/12).
Pernyataan ini disampaikan Joko menanggapi keluhan kalangan industri logistik yang menilai tarif tol Cibitung-Cilincing terlalu mahal. Ia menjelaskan bahwa penetapan tarif tol sepenuhnya merupakan kewenangan BPJT berdasarkan kajian komprehensif. Kajian tersebut mencakup berbagai faktor, termasuk biaya pembangunan, pemeliharaan, dan dampak terhadap sektor terkait.
Meskipun demikian, Joko menegaskan bahwa SPSL membuka ruang dialog untuk mendengarkan masukan dari pelaku usaha guna mencari solusi terbaik.
Joko juga merespon pertanyaan wartawan terkait kemungkinan divestasi Jalan Tol Cibitung-Cilincing. Dia menyebutkan bahwa jika ada pihak yang tertarik dengan angka yang menarik, maka divestasi bisa menjadi pilihan.
Jika ada yang tertarik dengan angka yang bagus, silakan. Ini kan sifatnya masih opsi-opsi, ujarnya.
Dalam paparannya, Joko Noerhudha menunjukkan pencapaian pendapatan usaha sebesar Rp 1,38 triliun, yang mencerminkan kenaikan 2,63 persen di atas Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP), serta pertumbuhan 2,68 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Dari sisi operasional, SPSL berhasil mencatatkan volume gudang sebesar 116,8 ribu ton/m³, sementara kapasitas lapangan tercatat mencapai 110,59 ribu boks, dengan tingkat okupansi gedung mencapai 80,4 persen. Angka-angka ini menunjukkan kinerja yang mengesankan, didorong oleh pertumbuhan kawasan industri Indonesia yang tercatat 57% dalam tujuh tahun terakhir. Hal ini turut membuka peluang besar untuk pengembangan layanan logistik lebih lanjut.
Ditambahkan, sektor logistik diproyeksikan mengalami pengeluaran yang signifikan, dengan angka mencapai Rp 3.839 triliun pada 2026. Kenaikan ini sebagian besar didorong oleh sektor fast-moving consumer goods (FMCG), e-commerce, dan farmasi. Potensi besar ini membuka jalan bagi perluasan layanan logistik, khususnya di segmen first dan middle mile, ungkap Joko.
Seiring dengan pesatnya perkembangan industri logistik, SPSL fokus pada pengembangan infrastruktur strategis. Proyek-proyek penting seperti Kawasan Pendukung Kijing, Kawasan Industri Kuala Tanjung, dan Integrated Logistics Center Tanjung Priok terus digarap. Perusahaan juga tengah memperluas layanan logistik multimoda di berbagai wilayah, seperti Jabodetabek, Sumatera Utara, dan Jawa Timur, untuk menjangkau pasar yang lebih luas.
Untuk mendukung efisiensi operasional, SPSL terus mengimplementasikan digitalisasi logistik dengan sistem real-time reconciliation dan track & trace. Langkah ini bertujuan meningkatkan akurasi, serta mempercepat operasional dalam menghadapi tantangan yang semakin kompleks di industri logistik.