wmhg.org – Standard Chartered Group CEO Bill Winters belum lama ini berdiskusi dengan mantan Menteri Keuangan Dr Chatib Basri dalam sesi fireside chat mengenai dampak ekonomi makro terhadap upaya transisi energi global, pada ajang Indonesia International Sustainability Forum (ISF) 2024 yang diselenggarakan oleh Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi.
Diselenggarakan di Jakarta Convention Center Plenary Hall yang berkapasitas lebih dari 2500 orang, diskusi ini berfokus pada tantangan makroekonomi global yang berdampak pada proses transisi energi dan peran penting pembiayaan dalam memerangi perubahan iklim. Pada kesempatan ini, Bill juga menggarisbawahi kontribusi Standard Chartered terhadap upaya mempercepat transisi energi.
Bill membuka diskusi dengan memberikan gambaran lanskap makroekonomi global saat ini. Dirinya mengakui bahwa meskipun ketegangan geopolitik dan tekanan inflasi telah menciptakan ketidakpastian di pasar global, terdapat juga sejumlah wilayah yang kuat, dimana kawasan seperti Asia Tenggara masih mampu menunjukkan kinerja ekonomi yang kuat.
Ketika ditanya tentang kontribusi Standard Chartered, Bill menjelaskan bahwa sebagai bank internasional yang memiliki jangkauan di negara-negara dinamis di dunia, Standard Chartered memiliki posisi strategis untuk mendorong pertumbuhan keuangan berkelanjutan dan menghubungkan permodalan ke tempat-tempat yang memerlukannya.
Bill turut menjelaskan komitmen Standard Chartered tersebut untuk memobilisasi dana senilai $300 miliar dalam pendanaan ramah lingkungan hingga tahun 2030. Dirinya juga mengungkapkan bahwa dalam periode Januari 2021 hingga September 2023, Standard Chartered telah menyalurkan $87,2 miliar dalam pendanaan terkait perubahan iklim.
“Tugas kami di bidang keuangan berkelanjutan bukan hanya tentang melakukan hal yang benar; namun juga menciptakan long-term value,” kata Bill ditulis Selasa (10/9/2024).
“Kami membuat komitmen finansial yang signifikan, dan kami telah melihat keuntungan yang besar. Faktanya, kami memperkirakan keuangan berkelanjutan akan menjadi salah satu penghasil keuntungan utama bagi bank, yang berpotensi menyumbang 10% dari pendapatan grup kami dalam waktu dekat, tambahnya.
Selain itu, Bill juga menekankan peran Standard Chartered dalam membantu upaya transisi para kliennya ke model bisnis yang lebih berkelanjutan, lewat pemberian solusi dan produk keuangan berkelanjutan yang menjawab tantangan, dan mendukung pertumbuhan inklusif dan berkelanjutan.
“Di Standard Chartered, kami menyadari bahwa transisi menuju net zero tidak dapat terjadi dalam semalam, dan kami berkomitmen untuk membantu klien kami melakukan dekarbonisasi bisnis mereka dan memastikan masa depan yang berkelanjutan.”
Keberlanjutan merupakan salah satu prioritas strategis Standard Chartered, yang tertanam dalam cara Bank menjalankan bisnisnya. Melihat peluang dari keuangan berkelanjutan sebagai pendorong pertumbuhan, Bill mengungkapkan bahwa bisnis Keuangan Berkelanjutan Standard Chartered telah menghasilkan lebih dari USD 720 juta antara bulan Januari dan Desember 2023.
Sebagai perbandingan, Standard Chartered memiliki target jangka panjang perolehan pendapatan USD 1 miliar setiap tahunnya dari seluruh lini bisnis hingga tahun 2025.
“Kami telah membuktikan bahwa Anda dapat memberikan dampak nyata sekaligus meraih keuntungan finansial yang besar. Ini adalah masa depan perbankan—dimana profitabilitas dan tujuan hidup berjalan beriringan.”
Tema utama dalam diskusi ini adalah tantangan untuk mendapatkan pendanaan yang memadai untuk mendorong upaya transisi energi, terutama di negara-negara berkembang. Bill menggarisbawahi kebutuhan mendesak untuk mengembangkan platform investasi yang kuat untuk proyek-proyek ramah lingkungan.
Tanpa adanya struktur tersebut, dirinya percaya bahwa akan sulit untuk menarik modal yang diperlukan untuk mencapai target iklim yang begitu ambisius.
Chatib lalu turut memberikan perumpamaan “Chicken and Egg”, dimana seringkali pemerintah berfokus pada penggalangan pendanaan dari investor, sementara para investor mengharapkan pemerintah untuk menyediakan platform dan kerangka peraturan yang diperlukan terlebih dahulu.
Menanggapi hal tersebut, Bill menekankan perlunya kolaborasi dan inovasi, dan menyarankan bahwa menciptakan proyek-proyek yang bankable dengan kerangka kerja yang jelas akan memberikan kepercayaan yang dibutuhkan investor untuk memberikan modal pada usaha yang berkelanjutan.
Lebih lanjut, Bill juga membahas hambatan besar yang masih ada dalam mempercepat transisi global menuju perekonomian rendah karbon. Secara khusus, ia mencatat bahwa ketidakpastian global—yang didorong oleh kekhawatiran inflasi, ketidakstabilan geopolitik, dan fluktuasi harga energi—telah menghambat tingkat investasi yang diperlukan untuk memenuhi target iklim internasional.
“Laju investasi dalam mengurangi emisi gas rumah kaca atau penyerapan karbon jauh lebih lambat dari yang kita harapkan. Ketidakpastian dalam lingkungan global jelas berkontribusi terhadap hal tersebut, namun hal tersebut bukan satu-satunya alasan. Kita perlu mendorong lebih banyak investasi untuk memenuhi kebutuhan iklim kita, jelas Bill.
Salah satu perubahan kebijakan utama yang dianjurkan oleh Billi adalah pembentukan mekanisme penetapan harga karbon global yang kredibel. Ia menekankan peran penting yang dimainkan pemerintah dalam menyiapkan solusi berbasis pasar dengan menyediakan kerangka peraturan yang tepat.
“Jika kita ingin mempercepat transisi energi, pemerintah perlu membantu menetapkan harga karbon global,” katanya.
“Meskipun mengharapkan pajak karbon yang disepakati secara global mungkin tidak realistis, pemerintah masih dapat menggunakan pengaruhnya untuk menciptakan struktur penetapan harga karbon yang memberikan insentif bagi investasi sektor swasta dalam dekarbonisasi. Kita memerlukan sinyal yang jelas untuk memandu keputusan investasi, dan menetapkan harga karbon secara efektif akan membawa perubahan besar.”
Aspek utama dari strategi Standard Chartered adalah fokusnya pada solusi keuangan inovatif dan blended finance yang menggabungkan modal publik dan swasta untuk membuka investasi pada proyek infrastruktur dan energi berkelanjutan.
Bill menyebutkan kemitraan dengan organisasi multilateral seperti Asian Development Bank (ADB) dan World Bank merupakan hal yang penting untuk mencapai hasil yang terukur dan berkelanjutan.
Kemitraan ini telah membantu menjembatani kesenjangan pendanaan untuk proyek-proyek energi terbarukan, khususnya di negara-negara berkembang dimana persepsi risiko seringkali menghambat investasi sektor swasta.
“Kolaborasi antara sektor publik dan swasta sangatlah penting jika kita ingin mencapai kemajuan yang berarti dalam pendanaan transisi energi,” kata Bill.
“Dengan memanfaatkan modal katalitik dari pemerintah atau bank multilateral, kita dapat mengurangi risiko investasi dan menjadikan proyek-proyek tersebut layak dilaksanakan.”
Bill juga menjelaskan pentingnya menetapkan standar pembiayaan global untuk proyek-proyek ramah lingkungan, dan mencatat bahwa kurangnya standarisasi menciptakan hambatan yang tidak perlu bagi investor.
Dirinya menjelaskan perlunya mekanisme penegakan hukum yang lebih ketat dan standar pelaporan yang lebih transparan untuk memastikan bahwa pendanaan proyek perubahan iklim mengalir secara efisien dan efektif.
Bill menutup diskusi dengan menekankan bahwa transisi energi merupakan tantangan jangka panjang yang memerlukan upaya berkelanjutan baik dari sektor swasta maupun publik.
Ia mendesak dunia usaha untuk tetap fokus pada dekarbonisasi, bahkan di tengah ketidakpastian global, dan meminta pemerintah menyediakan kerangka peraturan dan insentif yang diperlukan untuk mengkatalisasi tindakan sektor swasta.
“Transisi menuju perekonomian rendah karbon tidak akan terjadi dalam semalam, namun hal ini benar-benar dapat dicapai,” kata Bill.
“Sektor swasta mempunyai peran yang sangat besar, dan di Standard Chartered, kami berkomitmen penuh untuk memastikan bahwa kami menjadi bagian dari solusi.”