wmhg.org – JAKARTA. Kinerja PT Harum Energy Tbk (HRUM) kurang memuaskan hingga akhir 2024. Emiten ini masih harus berhadapan dengan tantangan berupa ketidakpastian harga komoditas memasuki tahun 2025.
Sebagaimana diketahui, HRUM mengalami penurunan laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar 64,20% year on year (YoY) menjadi US$ 54,07 juta pada 2024.
Di sisi lain, HRUM membukukan kenaikan pendapatan sebesar 39,97% yoy menjadi US$ 1,30 miliar pada 2024.
Penyebab turunnya laba bersih HRUM adalah kenaikan beban yang signifikan. Hingga akhir 2024, beban pokok pendapatan dan beban langsung HRUM melejit 86,34% YoY menjadi US$ 1,01 miliar. Beban keuangan HRUM juga membengkak 436,96% yoy menjadi US$ 32,54 juta pada 2024.
Dari sisi operasional, HRUM mencatatkan volume penjualan batubara sebanyak 6 juta ton pada 2024 atau berkurang 16% yoy dibandingkan tahun sebelumnya. Hasil ini dibarengi dengan harga jual rata-rata atau average selling price (ASP) batubara HRUM yang juga turun 21% yoy pada 2024.
Kendati demikian, HRUM mampu memenuhi target produksi batubara pada 2024 sebanyak 6,1 juta ton.
“Kontribusi batubara terhadap total pendapatan perusahaan turun dari 89% pada 2023 menjadi 43% pada 2024, sejalan dengan pergeseran strategis perusahaan menuju pengembangan industri nikel,” ungkap Manajemen HRUM dalam keterangan tertulis, Rabu (9/4).
Bisnis nikel HRUM mampu mencetak kinerja yang positif. Volume penjualan nikel HRUM melesat 634% yoy menjadi 57.583 ton pada 2024 berkat upaya anak usaha PT Westrong Metal Industry (WMI) yang terus meningkatkan produksinya. ASP nikel HRUM juga stabil di level US$ 12.818 per ton pada 2024, sedikit lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yakni US$ 12.770 per ton.
Hingga akhir 2024, kontribusi pendapatan segmen bisnis nikel mencapai 57% terhadap total pendapatan HRUM, atau melampaui pendapatan segmen batubara.
HRUM Chart by TradingView
Lebih lanjut, HRUM juga sedang beberapa proyek di sektor nikel. Salah satunya adalah proyek pembangunan pabrik high pressure acid leaching (HPAL) melalui PT Blue Sparking Energy (BSE) di Halmahera, Maluku Utara. BSE sendiri diakuisisi oleh HRUM melalui anak usahanya PT Tanito Harum Nickel Industry pada 2024 lalu.
Manajemen HRUM menyebut, progres konstruksi pabrik tersebut telah mencapai 70% hingga akhir 2024. Pabrik ini ditargetkan beroperasi pada Desember 2025.
Investment Analyst Edvisor Provina Visindo Indy Naila mengatakan, peningkatan beban operasional dan biaya produksi cukup berdampak pada kinerja bottom line HRUM pada tahun lalu.
“Harga komoditas yang volatile ikut serta dalam menekan laba, sehingga HRUM sulit menyesuaikan harga jual,” kata dia, Kamis (10/4).
Risiko volatilitas harga komoditas tambang masih akan berlanjut pada 2025 seiring ketidakpastian global akibat kebijakan tarif impor Amerika Serikat (AS) yang dapat menimbulkan perang dagang.
Indy mengapresiasi langkah HRUM yang tengah gencar berekspansi mengembangkan bisnis nikel. Di sisi lain, pelemahan harga nikel dalam beberapa waktu terakhir menuntut HRUM untuk lebih cermat dalam melakukan efisiensi produksi dan operasional lainnya, sehingga margin perusahaan dapat terjaga.
“Untuk jangka panjang, diharapkan kondisi makroekonomi dapat segera pulih dan harga komoditas lebih stabil, sehingga ini dapat mendorong kinerja dan mendukung rencana ekspansi HRUM,” terang dia.
Lantas, Indy merekomendasikan buy trading HRUM dalam jangka pendek dengan target harga di level Rp 790 per saham.