wmhg.org – JAKARTA. Nilai tukar rupiah diproyeksi melemah di perdagangan awal pekan, Senin (7/10). Mata uang Garuda masih dipengaruhi solidnya data tenaga kerja Amerika Serikat (AS) dan eskalasi konflik Timur Tengah (Timteng).
Mengutip Bloomberg, rupiah melemah dalam perdagangan pekan pertama Oktober 2024. Di pasar spot, kurs rupiah melemah 2,27% menjadi Rp 15.485 per dolar AS pada Jumat (4/10). Sedangkan, kurs rupiah Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI) melemah 2,31% sepekan ke Rp 15.495 per dolar AS.
Secara harian, rupiah Jisdor BI melemah 0,66% ke level Rp 15.495 per dolar AS, daripada level sebelumnya Rp 15.394 per dolar AS. Pergerakan Jisdor BI sejalan dengan pasar spot yang melemah 0,36% ke level Rp 15.485 per dolar AS dari sehari sebelumnya di Rp 15.429 per dolar AS.
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi menilai, pelemahan rupiah di akhir pekan terjadi seiring fokus investor tertuju pada laporan utama penggajian non pertanian AS atau Non Farm Payroll (NFP) yang akan dirilis Jumat (4/10) malam. Laporan NFP akan memberikan petunjuk lebih lanjut tentang prospek suku bunga The Fed.
Sebelumnya, serangkaian data telah dirilis minggu ini yang menunjukkan bahwa ekonomi AS masih dalam kondisi solid, setelah aktivitas sektor jasa negara itu melonjak ke level tertinggi 1-1/2 tahun pada bulan September di tengah pertumbuhan yang kuat dalam pesanan baru. Sementara laporan terpisah dari Departemen Tenaga Kerja AS, menunjukkan pasar tenaga kerja meluncur pada akhir kuartal ketiga.
Selain itu, lanjut Ibrahim, Rupiah tertekan dolar AS yang menguat karena ketegangan meningkat di Timur Tengah. Paska serangan Iran ke Israel sebelumnya, AS sedang mendiskusikan untuk mendukung serangan balasan Israel terhadap fasilitas minyak Iran. Di sisi lain, militer Israel menyerang Beirut dengan serangan udara baru dalam pertempurannya melawan kelompok bersenjata Lebanon, Hizbullah
Ketegangan di Timur Tengah membuat pasar gelisah, ujar Ibrahim dalam risetnya, Jumat (4/10).
Dari Asia, Ibrahim menambahkan, pasar mengamati pernyataan Perdana Menteri Jepang, Shigeru Ishiba, yang menilai kondisi ekonomi di Jepang tidak siap untuk kenaikan suku bunga lebih lanjut. Sedangkan dari domestik, pasar terus mengamati deflasi yang terjadi selama lima bulan berturut-turut, yang memperlihatkan bahwa kelas menengah sudah tidak punya uang untuk berbelanja.
Pengamat Mata Uang dan Komoditas Lukman Leong mencermati, rupiah tertekan utamanya karena dolar menguat usai rilis data ISM Service AS lebih kuat dari perkiraan. Selain itu, eskalasi perang di Timur Tengah juga menekan rupiah sebagai mata uang beresiko.
Lukman memperkirakan, pelemahan rupiah mungkin masih terjadi di perdagangan awal pekan, Senin (7/10). Sebab, laporan data NFP Amerika terpantau lebih kuat dari perkiraan.
Perekonomian AS menambah 254 ribu lapangan kerja pada bulan September 2024. Angka ini jauh lebih tinggi dari angka revisi naik 159 ribu pada bulan Agustus, dan jauh di atas perkiraan 140 ribu.
Di sisi lain, investor menantikan rilis data Cadangan Devisa (Cadev) Indonesia untuk bulan September 2024. Cadev September diproyeksikan meningkat daripada bulan Agustus 2024.
Rupiah diperkirakan masih akan melemah terhadap dolar AS di hari Senin, ujar Lukman kepada Kontan.co.id, Minggu (6/10).
Lukman memprediksi pelemahan rupiah kemungkinan akan berada di rentang Rp 15.500 – Rp 15.700 per dolar AS. Sedangkan, Ibrahim memperkirakan Rupiah melemah di rentang Rp 15.470 – Rp 15.580 per dolar AS di perdagangan Senin (7/10).