wmhg.org – PT Jababeka Tbk melalui salah satu anak usahanya Jababeka Infrastruktur menghadiri Focus Group Discussion (FGD) bertemakan Analisa Peluang dan Tantangan Pembentukan Net Zero Industrial Park (NZIP) yang dilaksanakan oleh Kementerian Perindustrian Republik Indonesia. Dalam forum diskusi tersebut, Jababeka menceritakan progres dekarbonisasi Kawasan Industri Jababeka.
Adapun diskusi ini dihadiri oleh berbagai narasumber yang membahas berbagai topik terkait pengembangan kawasan industri yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Materi pertama disampaikan oleh Andriah Feby Misna, Direktur Aneka Energi Baru dan Terbarukan (EBT) dari Kementerian ESDM, yang membahas tentang pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Energi Baru dan Terbarukan (PLT EBT) dengan skema Rebid.
Tantangan utama dalam pengembangan ini adalah integrasi program Rebid dalam program nasional Kawasan Industri (KI) dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), serta sinkronisasi program pendukung kawasan industri dan pelaksanaan fasilitas pendukung di kawasan tersebut.
Materi kedua disampaikan oleh M. Denny Fardhan, perwakilan UNIDO di Jakarta, Timor Leste, dan ASEAN Affairs.
Tema yang dibahas adalah Eco-Industrial Park: Concept, Progress, Opportunities, and Challenges. Dalam paparannya, Denny – biasa disapa – menjelaskan beberapa indikator utama untuk menjadi Eco-Industrial Parks 2.0, termasuk manajemen dan pemantauan, sistem manajemen energi (EMS/EnMS) yang berfungsi, serta sistem pengukuran dan pemantauan energi untuk mengidentifikasi peluang efisiensi energi di tingkat kawasan dan perusahaan guna mengurangi penggunaan energi dan emisi gas rumah kaca.
Regi Risman Sandi, Public Infra Manager Jababeka Infrastruktur dan NZICC Taskforce Leader, menyampaikan bahwa Jababeka sudah menuju ke arah Eco-Industrial Park 2.0.
Menurutnya, indikator utama di kinerja manajemen kawasan, kinerja lingkungan, kinerja sosial, dan kinerja ekonomi sudah ada di Kawasan Industri Jababeka. Dari sisi kinerja manajemen kawasan, Kawasan Industri Jababeka telah memiliki estate regulation yang holistik dengan bagian khusus untuk penegakannya.
“Dalam hal kinerja lingkungan, Jababeka sudah cukup maju, dibuktikan dengan penghargaan Proper Hijau yang diperoleh tahun lalu, dan menjadi satu-satunya untuk kategori Kawasan Industri. Di kinerja sosial, Jababeka memiliki program CSR yang cukup mumpuni bernama JABAT (Jababeka Bersahabat) yang mencakup bidang ekonomi, sosial, dan lingkungan. Dari sisi kinerja ekonomi, Jababeka memunculkan job creation dan value creation, terutama dengan adanya President University, universitas yang selalu bekerja sama dengan PT Jababeka Tbk dalam pengembangan talenta lokal agar dapat diserap oleh industri,” ucap pria yang biasa Regi ini ditulis Rabu (18/9/2024).
“Jababeka juga memiliki NZICC yang menjadi komunitas dua arah sehingga aktivitas menuju industri hijau tidak hanya didorong oleh Jababeka sebagai pengelola kawasan, tetapi juga oleh para tenant-nya,” lanjut Regi.
Menurut Regi, dalam era yang terus berkembang, penting bagi kita untuk tetap mengikuti perkembangan zaman, mempelajari arah pergerakan industri hijau, dan mengadopsi solusi serta teknologi terkini guna mencapai konsep eco-industrial.
Hal ini pula menjadi salah satu fokus utama yang ingin diaktifkan melalui NZICC. Selain antara Jababeka dan para tenant, NZICC juga akan berupaya proaktif dalam menarik kemitraan dari luar, sehingga tercipta pertukaran nilai, setidaknya dalam tiga kategori kemitraan:
- Kebijakan dan pengetahuan: Agar selalu up-to-date dengan kebijakan dan tren terbaru di industri hijau.
- Solusi dan teknologi: Untuk terus meng-update dan meng-upgrade teknologi serta solusi menuju industri hijau di Jababeka, baik untuk implementasi internal maupun tenant.
- Investasi dan pembiayaan: Untuk terus menarik kerjasama pendanaan dalam pengembangan proyek-proyek hijau di kawasan Jababeka.
Tantangan pertama tentu saja berasal dari sisi bisnis, karena transisi ke industri hijau memerlukan banyak modal untuk bertransformasi.
Oleh karena itu, diperlukan dorongan investasi hijau secara terus-menerus, termasuk berbagai insentif dari pemerintah. Tantangan kedua berkaitan dengan kebijakan dan regulasi yang masih belum optimal dalam mendukung peralihan menuju industri yang lebih hijau.
Tantangan ketiga, lanjut Regi, adalah perbedaan tingkat pengetahuan dan minat antara pihak-pihak di dalam Kawasan Industri Jababeka. Apakah itu berasal dari kalangan sumber daya manusia internal Jababeka maupun di level tenant serta pihak lainnya yang beraktivitas di kawasan tersebut.
“Pada dasarnya, kebijakan dan regulasi yang ada sudah banyak yang mendukung pergerakan menuju kawasan industri yang lebih hijau. Contohnya adalah PP 20 Tahun 2023 yang menganjurkan kawasan industri untuk bergerak lebih ramah lingkungan. Namun, masih banyak peraturan yang perlu diselaraskan satu sama lain, tidak terbatas pada peraturan terkait transisi energi, pengelolaan sampah dan limbah, tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan, investasi dan pendanaan hijau, serta peraturan lainnya yang dapat mendukung pergerakan ke kawasan industri yang lebih hijau,” tutup Regi.