Jakarta Kebijakan cukai hasil tembakau (CHT) yang berlaku pada tahun 2023–2024 dinilai tidak efektif dalam mengoptimalkan penerimaan negara. Faktanya, realisasi penerimaan negara dari cukai justru mengalami penurunan akibat kenaikan cukai sebesar 10% selama dua tahun berturut-turut.
Executive Director Indonesia Budget Center, Elizabeth Kusrini, mengatakan penurunan realisasi penerimaan negara dari cukai rokok menunjukkan adanya tantangan dalam perumusan kebijakan cukai saat ini.
“Kebijakan cukai (rokok) perlu terus dievaluasi dan disesuaikan agar dapat mengoptimalkan penerimaan negara sambil tetap mencapai tujuan kesehatan masyarakat,” katanya.
Untuk itu, Elizabeth mengatakan kebijakan cukai rokok yang moderat dan multiyears yang diusulkan dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) Tahun 2025 dapat menjadi rujukan yang bertujuan untuk mengoptimalkan penerimaan negara dan menjaga stabilitas ekonomi.
“Optimalisasi penerimaan negara sangat mungkin tercapai jika kenaikan cukai rokok dilakukan secara moderat dan terencana (multiyears), seperti yang diusulkan dalam KEM PPKF 2025. Harapannya rencana tersebut dapat segera dijalankan oleh pemerintahan baru untuk meningkatkan penerimaan negara secara bertahap dan berkelanjutan,” terangnya.
Elizabeth melanjutkan bahwa sebaiknya kebijakan CHT segera disahkan sebelum pemerintahan baru menjabat untuk memastikan kepastian usaha bagi pelaku industri, sehingga penerimaan negara dapat dioptimalkan lebih awal. Ia juga menjelaskan pertumbuhan ekonomi diproyeksikan mencapai 5,1-5,8%, dengan inflasi 1,5-3,5%.
“Kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan penerimaan negara dari cukai secara bertahap dan berkelanjutan, serta mengurangi dampak negatif terhadap konsumsi dan produksi,” katanya.