Jakarta – Bank Mandiri menyiapkan strategi dan langkah mitigasi perbankan untuk antisipasi kebijakan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve (the Fed) dan Bank Indonesia,serta nilai tukar rupiah yang melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Direktur Utama Bank Mandiri, Darmawan Junaidi menuturkan, dalam beberapa waktu terakhir, pasar global mengalami ketidakpastian yang signifikan, terutama terkait dengan nilai tukar rupiah yang melemah terhadap dolar AS.Â
Kami melihat dalam beberapa waktu terakhir terjadi market jittery yang menyebabkan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap USD, yang di antaranya disebabkan oleh fenomena strong dolar AS, ujar Darmawan dalam konferensi pers, Rabu (31/7/2024).
Darmawan menuturkan, fenomena ini disebabkan oleh kekuatan dolar AS yang dipicu oleh ketidakpastian mengenai waktu penurunan Fed Fund Rate, serta dinamika politik dan pemilu di Amerika Serikat yang meningkatkan volatilitas pasar keuangan global.
Di tingkat domestik, Bank Indonesia mempertahankan BI Rate pada level 6,25 persen untuk mendukung stabilisasi nilai tukar rupiah dan menarik aliran masuk modal asing.
Darmawan menuturkan, pihaknya perkirakan ada penurunan Fed Fund Rate dan BI Rate masing-masing sekitar 25 basis poin pada kuartal keempat 2024.
Selain suku bunga acuan, hal lain yang berdampak pada kinerja perbankan adalah likuiditas di pasar yang mempengaruhi pada biaya dana, tutur Darmawan.Â
Dalam menghadapi tantangan tersebut, likuiditas pasar dan biaya dana menjadi fokus utama. Saat ini, tingkat biaya dana industri perbankan berada pada level rata-rata 2,83 persen, meningkat 50 basis poin dibandingkan tahun lalu.Â
Namun, Darmawan mengatakan, Perseroan berhasil menjaga biaya dananya di bawah rata-rata industri, dengan cost of fund sebesar 2,08 persen.
Untuk menjaga profitabilitas di tengah tantangan ini, Bank Mandiri mengoptimalkan strategi pengelolaan biaya dana dengan mendorong pertumbuhan CASA (Current Account Saving Account) transaksional melalui platform Livin dan Kopra.Â