Jakarta Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa, mengatakan mayoritas bank perkreditan rakyat (BPR) yang tutup disebabkan karena adanya indikasi penipuan atau fraud.
“Jadi sebagian penyebab utama dari bank BPR jatuh adalah fraud. Bukan karena dampak ekonomi, kata Purbaya, di Jakarta, Rabu (1/8/2024).
Tercatat, hingga Juli 2024 sudah ada 14 BPR yang tutup. Bangkrutnya BPR tersebut lebih banyak dibandingkan jumlah tahun 2023. Sejalan dengan hal itu, jumlah BPR yang izinnya dicabut juga meningkat, yaitu 6 hingga 7 BPR tutup per tahun.
Melihat perkembangan itu, LPS akan memperkuat pengawasan manajemen BPR di Indonesia. Salah satu upayanya dengan mengembangkan sistem informasi dan teknologi yang akan mendukung operasional BPR.
Lantaran, sejauh ini beberapa BPR belum memiliki sistem informasi dan teknologi yang baik guna mendukung operasionalnya.
“Makanya ke depan kita sedang membuat program yang berhubungan dengan IT, supaya kita bisa melatih manajemen dari BPR-BPR gitu tadi,” ujarnya.
Anggaran Pemulihan Rp 1,2 Triliun
Adapun penganggaran oleh LPS untuk pemulihan BPR tahun ini sebesar Rp 1,2 triliun. LPS menyatakan bahwa dalam proses rekonsiliasi dan verifikasi penanganan bank bangkrut juga tidak memerlukan jangka waktu yang lama.
Misal, ketika ada suatu BPR yang izin usaha dicabut OJK, LPS rata-rata dapat membantu dengan pembayaran hingga 80% hanya dalam kurun waktu 5 hari.