Jakarta – Bank Indonesia (BI) selaku pengelola (administrator) dari Jakarta Interbank Offered Rate (JIBOR) telah menetapkan penghentian secara permanen publikasi JIBOR terhitung sejak 1 Januari 2026.
Penghentian permanen publikasi JIBOR ini berlaku pada seluruh tenor (tenor 1 minggu, 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, dan 12 bulan). Adapun penghentian secara permanen publikasi JIBOR sejak 1 Januari 2026 sejalan dengan agenda benchmark rate reform yang telah berjalan di pasar keuangan global.
Selain itu, berbagai otoritas, lembaga, dan asosiasi pelaku pasar di berbagai negara telah menindaklanjuti reformasi penguatan acuan suku bunga, melalui peralihan dari penggunaan Interbank Offered Rate (IBOR) yang bersifat quotation-based, menjadi acuan suku bunga yang lebih kredibel menggunakan acuan transaksi yang terjadi di pasar (transaction-based).
Penetapan tanggal penghentian publikasi JIBOR tersebut diharapkan akan memberikan kepastian bagi pelaku pasar untuk menggunaan acuan suku bunga rupiah yang berbasis transaksi, yaitu Indonesia Overnight Index Average (INDONIA).
Pengumuman ini akan menjadi rujukan dalam penyesuaian (contractual triggers) penghitungan dan penggunaan fallback untuk kontrak keuangan yang menggunakan JIBOR, ujar Asisten Gubernur Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono dikutip dari keterangan resmi, Jumat (27/9/2024).
Adapun fallback adalah klausul yang mengatur mengenai sekiranya terdapat adanya perubahan aturan kesepakatan di sepanjang masa kontrak, maka akan ada mekanisme/kesepakatan lanjutan untuk mengakomodir perubahan dari kesepakatan awal.
Mendukung pengumuman rencana penghentian publikasi JIBOR ini, NWGBR[2] telah mempublikasikan panduan transisi JIBOR pada Jumat, 27 September 2024.
Panduan Transisi JIBOR bertujuan memberikan pedoman pelaksanaan transisi bagi pelaku pasar serta seluruh stakeholders untuk mendukung kelancaran transisi JIBOR.
Dalam buku panduan tersebut, antara lain NWGBR merekomendasikan alternatif acuan suku bunga rupiah yang berdasarkan transaksi yaitu, INDONIA.
Adapun NWGBR beranggotakan Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan Asosiasi Pasar Uang dan Valuta Asing Indonesia (APUVINDO), memiliki fungsi untuk memberikan informasi bagi pelaku pasar mengenai agenda benchmark reform dan rekomendasi referensi suku bunga di pasar keuangan domestik.