Jakarta Reserve Bank of Australia (RBA) atau Bank Sentral Australia telah memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuannya di angka 4,35% untuk pertemuan kedelapan berturut-turut. Keputusan ini sesuai dengan prediksi para ekonom.
Dilansir dari CNBC pada Rabu (6/11/2024), berbeda dengan pendekatan lebih lembut yang diambil oleh bank-bank sentral di negara maju lainnya, Reserve Bank of Australia mengungkapkan dalam pernyataan mereka bahwa inflasi telah turun secara substansial sejak puncaknya pada 2022.
Namun, mereka juga mencatat bahwa inflasi yang mendasarinya masih terlalu tinggi, dan memperkirakan bahwa inflasi tidak akan kembali ke rentang target 2%-3% secara berkelanjutan hingga 2026.
Inflasi utama di Australia telah menurun menjadi 2,8% untuk kuartal ketiga, yang merupakan penurunan signifikan dari 3,8% pada kuartal sebelumnya. Penurunan ini diharapkan terjadi karena harga bahan bakar dan listrik yang turun pada kuartal September.
RBA memperingatkan bahwa sebagian dari penurunan ini mencerminkan keringanan biaya hidup sementara, dan mereka memperkirakan bahwa suku bunga utama mungkin akan meningkat kembali setelah langkah-langkah ini berakhir.
Meskipun inflasi utama menurun, RBA mengatakan bahwa rata-rata yang dipangkas mencapai 3,5% pada kuartal September, yang masih jauh dari titik tengah target inflasi sebesar 2,5%.
Menyikapi prospek ke depan, menurut RBA kondisi tetap sangat tidak pasti. Mereka mencatat bahwa jika pasar tenaga kerja lebih kuat dari yang diperkirakan dan pertumbuhan produktivitas tetap lemah, inflasi dapat menurun lebih lambat, sehingga memperkecil kemungkinan penurunan suku bunga.
Di sisi lain, pengeluaran rumah tangga mungkin tidak meningkat secepat yang diharapkan, yang bisa berarti inflasi akan mencapai target RBA lebih cepat.
RBA juga mencatat bahwa risiko geopolitik yang meningkat dan potensi perubahan pada kebijakan perdagangan dan fiskal di luar negeri menambah ketidakpastian ini.