Jakarta – Dunia berada di tengah ketidakpastian. Kebijakan tarif impor yang tengah dijalankan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump membuat semua negara bergejolak. Kejadian perang dagang ini membuat pasar saham sempat tenggelam beberapa waktu lalu.
Investor pun mengalihkan portofolio investasi ke emas sebagai instrumen safe haven.
BACA JUGA:Selain Uang, Pemerintah Untung Gede dari Gunung Emas di Indonesia
BACA JUGA:Indonesia Masuk Daftar 10 Negara Penghasil Emas Terbesar Dunia
BACA JUGA:IHSG Berpotensi Sentuh 6.500, Ini Penopangnya
BACA JUGA:Masuk 10 Negara Penghasil Emas Terbesar di Dunia, Ini Tantangan Indonesia
Baca Juga
-
Harga Emas Berhenti Cetak Rekor Termahal Dampak Investor Cairkan Keuntungan
-
Top 3: Daftar Bank Sentral yang Borong dan Jual Emas Terbanyak di Dunia
-
Indonesia Punya Banyak Gunung Emas, Bisa Jadi Pemain Dunia?
Di tengah ketidakpastian ini, seberapa besar seharusnya portofolio investasi di aset aset aman atau safe haven?
Analis mata uang Doo Financial Futures Lukman Leong merekomendasikan investor untuk mengalokasikan investasi ke aset safe haven dengan porsi sebesar 30 persen dari total portofolio.
Menurutnya, perlu untuk mengurangi investasi pada aset berisiko, serta untuk menaikkan dana tunai (cash) atau setara.
“Diversifikasi dengan menaikkan porsi safe haven paling tidak 30 persen, kurangi aset beresiko dan naikkan juga cash atau setara,” ujar Lukman dikutip dari Antara Jumat (18/4/2025).
Selain emas, Ia merekomendasikan aset investasi safe haven lain yang dapat menjadi pilihan, diantaranya adalah mata uang Yen Jepang (JPY) dan Franc Swiss (CHF). “Safe haven masih menjadi pilihan, selain emas adalah mata uang Yen Jepang dan Franc Swiss,” ujar Lukman.
Ia menyebut, tingginya permintaan (demand) terhadap instrumen emas saat ini kebanyakan hanya karena ikut-ikutan alias Fear of Missing Out (FOMO), bukan karena meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya investasi.
“Dan memang harga emas yg tinggi masih akan terus naik, hal ini yang memicu permintaan. Jadi belum karena kesadaran investasi masyarakat,” ujar Lukman.