Jakarta – Ternyata penyaluran kredit dari industri perbankan ke sektor batu bara masih terus meningkat. Padahal Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto tengah mendengungkan energi bersih dengan menargetkan mampu memangkas semua PLTU batu bara dalam 15 tahun. Hal ini terungkap dalam analisis laporan keuangan sembilan perusahaan batu bara terbesar di Indonesia oleh tim #BersihkanBankmu.
Lima bank besar di Indonesia tercatat menyalurkan total USD 5,42 miliar dan Rp5,37 triliun selama periode 2016-2023 untuk PLTU batu bara. Sementara PT Adaro Indonesia Tbk tercatat sebagai perusahaan yang menerima kredit paling besar, yakni USD 1,94 miliar dan Rp 2,5 triliun.
Direktur Eksekutif Center for Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan, meningkatnya pembiayaan bank domestik pada sektor batu bara akan mempengaruhi indikator kesehatan bank. Pasalnya, dengan terus membiayai proyek batu bara, perbankan turut memperburuk krisis iklim yang terjadi di Indonesia, yang pada ujungnya berpotensi menyebabkan aset-aset kotor yang dibiayai menjadi aset terlantar.
Artinya, pembiayaan macet atau non performing loan (NPL) perbankan justru meningkat.
“Jika terus mengarahkan pendanaan ke aktivitas yang kotor, bank sama saja sedang mendanai krisis di internalnya sendiri,” kata Bhima dalam keterangan tertulis, Jumat (6/12/2024).
Seharusnya dapat memberikan batasan pada pembiayaan energi fosil. Apalagi, investasi pembangkit listrik energi terbarukan sudah semakin kompetitif, dengan investasi pembangkit listrik surya diperkirakan hanya USD 410 per kilowatt (kW) dibandingkan PLTU ultra supercritical USD 1.430 per kW pada 2050.
“Perbankan nasional seharusnya memberikan subsidi bunga untuk penyaluran kredit energi terbarukan skala komunitas, seperti skema Kredit Usaha Rakyat (KUR), dan memperbesar porsi pembiayaan berkelanjutan (sustainability link loan),” jelas Bhima.