Jakarta Harga emas merosot pada hari Selasa (Rabu waktu Jakarta) karena investor membukukan keuntungan usai harga emas mencatat rekor tertinggi. Namun investor tetap optimis di tengah kekhawatiran perang perdagangan global yang dipicu oleh tarif baru Presiden AS Donald Trump.
Dikutip dari CNBC, Rabu (12/2/2025), harga emas dunia di pasar spot turun 0,1% menjadi USD 2.904,87 per ons setelah mencapai puncak USD 2.942,70 pada awal sesi perdagangan.
BACA JUGA: Top 3: Harga Emas Menuju USD 3.000 per Ons, Beli atau Jual?
BACA JUGA: Waspada! Harga Emas Dunia OTW USD 3.000 per Ons
BACA JUGA: Harga Emas Antam Merangkak Naik Hari Ini, Siap-siap Cetak Rekor Termahal
BACA JUGA: Harga Emas Dunia Naik 6 Pekan Berturut-turut, Imbas Perang Dagang
Baca Juga
-
Harga Emas Antam Akhirnya Tumbang Hari Ini, Saatnya Beli?
-
Harga Emas Antam Terus Cetak Rekor Termahal, Bisa Sentuh Rp 2 Juta per Gram?
-
Harga Emas Kembali Cetak Rekor Termahal, Siap-siap Tembus USD 3.250
Sedangkan harga emas berjangka AS ditutup turun 0,1% ke level USD 2.932,60.
“Hanya melihat beberapa aksi ambil untung dari para pedagang berjangka jangka pendek… pasar menjadi sedikit berlebihan dan tepat untuk beberapa tekanan korektif ke bawah dan beberapa konsolidasi grafik,” kata Jim Wyckoff, analis pasar senior di Kitco Metals.
Impor Baja dan Aluminium
Trump menaikkan tarif impor baja dan aluminium secara signifikan menjadi 25% “tanpa pengecualian atau pembebasan” dalam sebuah langkah yang ia harapkan akan membantu industri yang sedang kesulitan di Amerika Serikat, tetapi juga berisiko memicu perang dagang multi-front.
Para pedagang terus mencermati data inflasi AS hari Rabu untuk mencari petunjuk baru mengenai prospek suku bunga di ekonomi terbesar di dunia.
Jajak pendapat Reuters menunjukkan Bank Sentral AS, Federal Reserve (The Fed) diperkirakan akan menunggu hingga kuartal berikutnya sebelum memangkas suku bunga lagi. Tarif dapat memicu inflasi AS dan menunda pemangkasan suku bunga.
Ketua Fed Jerome Powell mengatakan bank sentral tidak terburu-buru memangkas suku bunga mengingat perekonomian yang “secara keseluruhan kuat” dan inflasi yang masih di atas target 2%.