Jakarta – Harga emas internasional turun pada perdagangan hari Senin karena kenaikan imbal hasil surat utang Amerika Serikat (AS) mampu melawan pelemahan dolar AS. Saat ini investor emas tengah menunggu serangkaian data ekonomi AS yang akan dirilis minggu ini untuk menjelaskan lebih lanjut tentang kebijakan bank sentral AS atau Federal Reserve (Fed).
Mengutip CNBC, Selasa (7/1/2025), harga emas di pasar spot turun 0,2% menjadi USD 2.634,27 per ons. Sedangkan harga emasberjangka AS turun 0,4% menjadi USD 2.645,5 per ons.
BACA JUGA: Harga Emas Antam Hari Ini 5 Januari 2025, Cek Daftar Lengkapnya
BACA JUGA: Jual Beli Emas Online dalam Bentuk Tabungan, Bagaimana Hukumnya? Buya Yahya Menjawab
BACA JUGA: 7 Artefak Emas Suku Jawa yang Tersimpan Hingga di Beberapa Museum di Dunia
BACA JUGA: Harga Emas Sentuh Posisi Tertinggi dalam 2 Minggu, Tembus Level Segini
Baca Juga
-
Harga Emas Diprediksi Tembus USD 3.000 di 2025, Analis Ramal Kenaikan di Kuartal II
-
Harga Emas Antam Tak Berubah, Hari Ini Dipatok Rp 1.539.000 per Gram
-
Harga Emas Diprediksi Tembus Segini di 2025
Imbal hasil obligasi kembali naik, memberi tekanan pada emas, kata analis komoditas WisdomTree Nitesh Shah.
Namun, laporan mengenai para pembantu Presiden Terpilih Donald Trump yang menjajaki rencana kenaikan tarif impor yang tidak seagresif yang diperkirakan sebelumnya telah membuat nilai tukar dolar AS terdepresiasi hampir 1%. hal ini menahan penurunan harga emas.
Imbal hasil surat utang Pemerintah AS berjangka waktu 10 tahun naik ke level tertinggi dalam lebih dari satu minggu, membuat emas yang tidak memberikan imbal hasil menjadi kurang menarik. Sementara indeks dolar AS merosot 1%, membuat emas lebih murah bagi pembeli luar negeri.
Proyeksi terbaru Fed pada bulan Desember menyiratkan adanya pergeseran ke langkah pemotongan suku bunga yang lebih hati-hati tahun ini, dengan mayoritas pembuat kebijakan menyatakan kekhawatiran bahwa inflasi dapat kembali terjadi.
Bank sentral AS mungkin perlu mempertahankan suku bunga lebih tinggi untuk waktu yang lebih lama guna mengatasi inflasi yang terus-menerus, yang masih berada di atas target 2%.
Kebijakan Trump
Presiden terpilih AS Donald Trump akan menjabat pada tanggal 20 Januari, dan tarif impor yang diusulkannya serta kebijakan proteksionis diperkirakan akan memicu inflasi lebih lanjut.
Ada spekulasi bahwa Trump akan menarik kembali tarif. Jika (harga) komoditas naik, inflasi akan tetap tinggi untuk waktu yang lebih lama, kata kepala analis Blue Line Futures Phillip Streible.
Pelaku pasar kini menanti laporan pekerjaan AS pada hari Jumat, yang dapat membantu menjelaskan arah kebijakan Fed ke depannya.