Jakarta – Industri Keuangan Non-Bank (IKNB), khususnya asuransi saat ini menghadapi berbagai risiko dan tantangan yang terus berkembang. Tidak hanya dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti ketidakpastian makroekonomi dan fluktuasi kondisi global, tetapi juga oleh faktor internal seperti tata kelola perusahaan yang semakin ketat.
Menanggapi tantangan tersebut IFG Conference 2024, mengusung tema “Seizing Opportunities in the Insurance Industry: Towards Risk Adaptation and Regulatory Compliance”. Acara ini diselenggarakan oleh IFG Progress, lembaga think tank Indonesia Financial Group (IFG), Holding BUMN Asuransi, Penjaminan, dan Investasi.
Wakil Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mirza Adityaswara menjelaskan, OJK sangat mengapresiasi terselenggaranya IFG Conference 2024 ini. IFG melalui IFG Progress dapat menyediakan data dan informasi dasar di industri asuransi, yang sangat jarang dilakukan, tetapi sangat dibutuhkan oleh industri,” ujar Mirza dalam keterangan tertulis, Senin (16/10/2024).
Mirza mengatakan, sejalan dengan perubahan regulasi, pihaknya mengajak industri asuransi untuk melakukan transformasi melalui penguatan permodalan, tata kelola, dan manajemen risiko. Hal ini berangkat dari kondisi industri asuransi Indonesia yang masih relatif rendah dalam hal densitas, penetrasi terhadap PDB, hingga literasi dan inklusi.
Sejalan dengan target pertumbuhan ekonomi pemerintah baru yang cukup tinggi, peran sektor keuangan sebagai penyedia pendanaan bagi dunia usaha menjadi penting. Namun, dibandingkan negara-negara maju, pendanaan di Indonesia masih dominan dari sektor perbankan daripada asuransi, dana pensiun, dan fund manager.
Melalui peta jalan yang disusun, densitas asuransi ditargetkan mencapai 2,4 juta rupiah pada 2027. Selain itu salah satu fokus OJK dalam penguatan dan pengembangan sektor asuransi adalah dari sisi permodal dan transformasi tata kelola di sektor perasuransian, penjaminan dan dana pensiun (PPDP) melalui penerbitan POJK Nomor 23 tahun 2023. Disamping itu, Implementasi PSAK 117 dalam rangka penguatan modal terus berjalan.
Kami harapkan pada 2025 sudah sepenuhnya jalan dan kajian perhitungan RBC menjadi lebih menggambarkan tingkat solvabilitas. Hal ini demi mendorong perusahaan asuransi dapat berkontribusi lebih pada pertumbuhan ekonomi nasional,” katanya.