Jakarta – Industri fintech di Asia Tenggara tengah mengalami krisis pendanaan. Keadaan yang sering diistilahkan dengan funding winter atau tech winter ini telah dihadapi oleh industri fintech di Asia Tenggaran dalam dua tahun terakhir.
Pendanaan untuk fintech di kawasan ini turun 25% (year on year), menjadi USD 899 juta pada semester I 2024 dibanding USD 1,2 miliar pada semester I 2023. Khusus Indonesia, penurunan investasi ke industri fintech lebih tajam lagi, yaitu 64% dari USD 526 juta menjadi USD 191 juta.
Di tengah kondisi seperti seperti itu, PT Amartha Mikro Fintek (Amartha), menerapkan strategi pemanfaatan teknologi AI untuk menjaga kualitas portofolio yang sehat.
Founder & CEO Amartha, Andi Taufan Garuda Putra, yakin Amartha terus berkembang karena tidak hanya fokus pada pertumbuhan, tetapi juga nilai jangka panjang dan keberlanjutan.
“Selain pertumbuhan, Amartha fokus pada kualitas portofolio dan manajemen risiko yang prudent, membangun hubungan dengan institusi keuangan, dan tentunya mencatatkan keuntungan,” kata Andi Taufan dalam keterangan tertulis, Kamis (26/9/2024).
Hal paling penting adalah memahami kebutuhan customer dan memberikan nilai lebih kepada mereka.
Sistem risk-profiling berbasis teknologi AI yang diterapkan Amartha menggabungkan lebih dari 90 indikator data. Teknologi AI terlibat dalam proses verifikasi mitra, menentukan scoring, proses match-making untuk mempertemukan pendana sesuai risk appetite, hingga pengelolaan portofolio untuk mendeteksi kualitas setiap mitra.