Jakarta – Kemudahan bertransaksi online menjadi syarat utama di era digital. Saat ini, masyarakat menginginkan bertransaksi yang efektif dan efisien dalam kehidupan sehari-hari. Namun, di balik kemudahan tersebut, mengintai ancaman penipuan online yang semakin canggih dan beragam.
Data dari Internet Crime Complaint Center (IC3) menunjukkan tren yang mengkhawatirkan. Pada tahun 2023, total kerugian yang dialami individu di seluruh dunia akibat penipuan online mencapai USD 12,5 miliar, meningkat 21% dibandingkan tahun sebelumnya.
PT Bank Danamon Indonesia Tbk (Danamon) mengajak masyarakat Indonesia untuk menjaga data diri pribadi dan memvalidasi setiap interaksi atau informasi.
Direktur Manajemen Risiko Danamon Dadi Budiana menjelaskan, sebagai organisasi yang berorientasi pada nasabah, Danamon berkomitmen penuh untuk mendukung pemberantasan aktivitas penipuan online.
Kami terus berupaya mengedukasi nasabah dan masyarakat agar tidak memberikan celah bagi segala bentuk penipuan. Hal ini sejalan dengan misi kami untuk melindungi nasabah dari aktivitas yang dapat merugikan mereka secara finansial, ujar dia dalam keterangan tertulis, Kamis (17/4/2025).
Ia menjelaskan, masih adanya korban dari modus penipuan secara online menandakan masih kurangnya kesadaran masyarakat atas jenis-jenis penipuan yang memanfaatkan teknologi dan dapat merugikan mereka.
Modus operandi para pelaku penipuan semakin beragam dan canggih. Mereka kerap mengirimkan tautan atau file aplikasi palsu yang mengatasnamakan organisasi terpercaya. Kasus yang saat ini marak terjadi meliputi SMS informasi poin hadiah palsu, website perbankan tiruan, email phishing, dan aplikasi pelaporan pajak palsu.