Jakarta – Jumlah penduduk yang tergolong dalam kelas menengah mengalami penurunan signifikan dari 57,33 juta pada tahun 2019 menjadi 47,85 juta pada tahun 2024. Di sisi lain, kelompok calon kelas menengah yang rentan terhadap kemiskinan terus bertambah mencapai 137,5 juta jiwa.
Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Nailul Huda, menyoroti tantangan yang dihadapi kelas menengah, termasuk kebijakan pemerintah yang kurang mendukung pertumbuhan kelas menengah.
Kelas menengah saat ini terhimpit akibat kenaikan tarif PPN, harga BBM, dan inflasi, sehingga daya beli mereka melemah, ujar Huda dalam keterangan tertulis, Rabu (15/10/2024).
Kelas menengah tidak jatuh ke dalam kemiskinan, tetapi bergeser ke kelompok rentan miskin. Oleh karena itu, pemerintah perlu memberikan ruang ekonomi lebih besar dengan mempertahankan subsidi dan menunda kenaikan pajak.
“Saya menilai kelas menengah ini dia tidak naik ke atas, tapi tidak terlalu jeblok ke bawah, yakni ke golongan miskin. Kelas menengah itu ternyata dapat dikatakan pindah dari kelas menengah ke rentan miskin, kata dia.
Selama pandemi COVID-19, bantuan sosial lebih banyak diterima oleh kelas miskin, sementara kelas menengah justru berjuang untuk bertahan di tengah penurunan pendapatan. Selain itu, kenaikan PPN di tahun 2025 juga bisa semakin mempersulit keadaan.
Huda menilai pertumbuhan pendapatan masyarakat kelas menengah hanya sekitar 1,5%, jauh di bawah laju kenaikan harga barang. Akibatnya, banyak dari mereka yang mulai terpaksa menggunakan tabungan untuk menjaga pola konsumsi tetap berjalan. Ini menunjukkan betapa rentannya posisi kelas menengah dalam menghadapi tekanan ekonomi.
Ia menyarankan agar pemerintah menunda kenaikan tarif PPN dan mempertahankan subsidi yang ada. Langkah ini, menurutnya, bisa memberikan ruang bagi kelas menengah untuk bernapas dan memulihkan kondisi keuangan mereka di tengah tantangan yang ada.