Jakarta – Pinjaman daring (pindar) multiguna semakin diminati masyarakat sebagai solusi praktis untuk memenuhi berbagai kebutuhan, mulai dari biaya pendidikan hingga modal usaha. Secara sederhana, pindar atau yang sebelumnya populer dengan istilah pinjaman online (pinjol) merupakan layanan pinjam meminjam uang, pendanaan atau kredit berbasis teknologi informasi.
Layanan tersebut dapat dilaksanakan oleh Lembaga Jasa Keuangan (LJK) seperti bank, lembaga pembiayaan (multifinance), dan P2P lending, maupun non-LJK seperti koperasi digital. Khususnya P2P lending (peer-to-peer lending), memiliki kaitan erat dengan dan pinjaman online karena keduanya merupakan bentuk layanan keuangan berbasis teknologi (fintech) yang memanfaatkan platform digital untuk memfasilitasi pinjaman.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat outstanding pendanaan P2P lending mencapai Rp 72,03 triliun hingga kuartal III 2024. Direktur Pengawasan Usaha Pembiayaan Berbasis Teknologi OJK, Indra menyebutkan, akumulasi penyaluran pendanaan Rp 978,39 triliun dengan nilai outstanding Rp 74,48 triliun dan TKB90 97,62%.
Dari sisi platformnya, hingga September 2024 terdapat 89 platform P2P lending. Terdiri dari 91 penyelenggara konvensional dan 7 penyelenggara syariah. Namun belakangan, OJK melakukan pencabutan izin satu penyelenggara, sehingga totalnya saat ini sebanyak 97 platform.
Per 21 Oktober 2023, Investree telah cabut izin usaha. Jadi sekarang ada 97 platform, beber Indra dalam Workshop Jurnalis, dikutip Senin (18/11/2024).
Total aset P2P lending sampai dengan September 2024 tercatat senilai Rp 8,1 triliun. Terdiri dari konvensional senilai Rp 7,95 triliun dan syariah Rp 177,48 triliun. Pada periode yang sama, tercatat 21,8 juta rekening pengguna aktif. Akumulasi rekening borrower mencapai 137,35 juta dengan rekening aktif sebesar 20,9 juta. Akumulasi rekening lender mencapai 2,08 juta dengan rekening aktif sebesar 919.310.