Jakarta – Presiden Prabowo Subianto meresmikan layanan bank emas perdana di Indonesia pada Rabu 26 Februari 2025. Ada dua Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang terlibat dari terbitnya layanan bank emas ini yaitu PT Pegadaian (Persero) dan PT Bank Syariah Indonesia Tbk.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede menyebutkan, bank emas atau bullion bank punya sejumlah kelebihan dan kelemahan bagi ekonomi dan masyarakat.
Kelebihan
Pertama, bank emas dapat meningkatkan value creation dari rantai pasok emas di Indonesia dengan menahan gold holding di dalam negeri dan meningkatkan produksi keseluruhan dalam sektor manufaktur dan refinery emas.
Ini dapat menciptakan hingga 1,8 juta lapangan kerja langsung, tidak langsung, dan induksi di sektor terkait, kata Josua kepada www.wmhg.org, Kamis (27/2/2025).
Kedua, adanya bank emas diperkirakan peningkatan money supply sebesar Rp 80,2 triliun pada 2029, yang dapat mendorong investasi khususnya bagi UMKM.
Ketiga, bank emas menyediakan produk keuangan berbasis emas seperti simpanan emas (gold saving), pinjaman berbasis emas (gold lending), perdagangan emas (bullion trading), dan kustodian emas yang dapat memberikan alternatif investasi yang lebih aman (safe haven) dan tahan terhadap inflasi.
Keempat, menurutnya, dengan memberikan akses lebih luas pada produk keuangan berbasis emas, bank emas berpotensi meningkatkan financial inclusion dan memperdalam pasar keuangan melalui indikator private credit to GDP dan market cap to GDP.
Kekurangan
Namun, di balik kelebihannya, Josua menilai bank emas juga memiliki kelemahan, diantaranya harga emas yang fluktuatif dapat mempengaruhi nilai aset yang disimpan dalam bank emas, sehingga menambah risiko bagi nasabah yang tidak memiliki pemahaman investasi yang kuat.
Diperlukan regulasi yang matang dan pengawasan ketat untuk menjaga stabilitas dan keamanan sistem keuangan berbasis emas, mengingat adanya risiko manipulasi pasar dan pencucian uang (money laundering), ujarnya.
Selain itu, kebutuhan terhadap distribusi dan logistik yang aman serta vaulting (penyimpanan) yang terstandarisasi internasional (misalnya seperti Brinks) masih menjadi tantangan.