Jakarta – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah pada perdagangan di awal Kamis ini. Analis melihat bahwa pelemahan rupiah ini diproyeksikan terus merosot setelah data pekerjaan Amerika Serikat (AS) Automatic Data Processing (ADP) yang lebih kuat dari perkiraan.
Pada Kamis (3/10/2024), nilai tukar rupiah dibuka tergelincir 65 poin atau 0,42 persen menjadi 15.333 per dolar AS dari sebelumnya sebesar 15.268 per dolar AS.
Rupiah diperkirakan masih akan melemah terhadap dolar AS yang melanjutkan penguatan setelah data pekerjaan AS ADP yang lebih kuat dari perkiraan, kata analis mata uang Lukman Leong dikutip dari Antara.
Lukman menuturkan ADP menambahkan 143 ribu pekerjaan, lebih baik dari perkiraan untuk 120 ribu pekerjaan.
Selain itu, situasi yang memanas di Timur Tengah juga terus mendukung penguatan dolar AS. Iran yang meluncurkan rudal balistik ke Israel, merespons kematian pemimpin Hizbullah.
Ia memperkirakan nilai tukar rupiah berkisar di rentang 15.275 per dolar AS hingga 15.400 per dolar AS.
Masih Kuat
Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengklaim penguatan nilai tukar Rupiah lebih baik dari Won Korea hingga Ruppe India. Penguatan nilai tukar Rupiah ini didukung oleh konsistensi bauran kebijakan moneter Bank Indonesia serta meningkatnya aliran masuk modal asing.
Penguatan Rupiah ini tercatat lebih tinggi dibandingkan apresiasi mata uang regional seperti Won Korea dan Rupee India, ujar
Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers di Kantor Pusat BI, Jakarta, Rabu (18/9).
Perry mencatat, nilai tukar Rupiah menguat 0,78 persen menjadi Rp15.330 per USD hingga 17 September 2024 dibandingkan dengan posisi akhir Agustus 2024. Penguatan Rupiah ini tercatat lebih tinggi dibandingkan apresiasi mata uang regional seperti Won Korea dan Rupee India yang menguat sebesar 0,32 persen dan 0,13 persen.
Dengan perkembangan tersebut, apabila dibandingkan dengan level akhir Desember 2023, nilai tukar Rupiah juga terapresiasi sebesar 0,40 persen. Sementara Rupee India dan Won Korea justru masih mengalami depresiasi masing-masing sebesar 0,66 persen dan 3,41 persen.
BI memproyeksikan nilai tukar Rupiah diprakirakan terus menguat ke level lebih tinggi. Hal ini sejalan dengan menariknya imbal hasil, rendahnya inflasi, dan tetap baiknya prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia.