Jakarta – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat pada perdagangan menjelang libur panjang. Namun penguatan rupiah ini masih rentan karena ada risiko tertekan karena investor mengkhawatirkan posisi fiskal pemerintah.
Pada Kamis (17/3/2025), nilai tukar rupiah pada pembukaan perdagangan hari Kamis pagi di Jakarta menguat sebesar 14 poin atau 0,08 persen menjadi Rp 16.823 per dolar AS dari sebelumnya Rp 16.837 per dolar AS.
Analis mata uang Doo Financial Futures Lukman Leong mengatakan, kurs rupiah terhadap dolar AS hari ini diperkriakan melemah, seiring sikap investor yang masih mengkhawatirkan posisi fiskal pemerintah Indonesia.
“Investor masih mengkhawatirkan posisi fiskal pemerintah, data-data ekonomi yang masih lemah,” ujarnya dikutip dari Antara.
Seperti diketahui, pemerintah mengumumkan bahwa Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) mencetak defisit Rp 104,2 triliun pada Maret 2025.
Bila dibandingkan dengan kinerja APBN tahun lalu, kas negara masih mencatatkan surplus pada Maret, yakni sebesar Rp 8,07 triliun atau 0,04 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Namun, desain defisit APBN 2024 juga lebih rendah dari tahun ini, yaitu Rp 522,83 triliun atau 2,29 persen terhadap PDB.
Sementara realisasi defisit APBN per Maret 2025 setara 0,43 persen PDB, masih jauh dari desain yang ditargetkan sebesar 2,53 persen PDB atau Rp616,2 triliun.
Nilai defisit diperoleh dari pendapatan negara yang tercatat sebesar Rp 516,1 triliun (17,2 persen) dari target Rp 3.005,1 triliun) dan belanja negara sebesar Rp 620,3 triliun (17,1 persen) dari target Rp 3.621,3 triliun.
Pendapatan negara terdiri dari penerimaan perpajakan sebesar Rp 400,1 triliun (Rp 322,6 triliun dari penerimaan pajak serta Rp 77,5 triliun dari kepabeanan dan cukai) dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) senilai Rp 115,9 triliun. Di sisi lain, belanja negara telah disalurkan melalui belanja pemerintah pusat (BPP) sebesar Rp 413,2 triliun serta transfer ke daerah Rp 207,1 triliun.