Jakarta – Layanan Buy Now Pay Later (BNPL) semakin populer di kalangan masyarakat, terutama di kalangan milenial dan Gen Z yang menginginkan kemudahan dalam berbelanja tanpa harus menunggu gaji bulanan. BNPL menawarkan fasilitas yang memungkinkan konsumen membeli barang atau layanan sekarang dan membayar nanti dalam cicilan.
Meski memberikan kemudahan akses dan kecepatan, apakah Buy Now Pay Later benar-benar menjadi solusi praktis atau justru dapat menjerat penggunanya dalam masalah keuangan?
Fenomena ini semakin berkembang seiring dengan kemajuan teknologi dan pergeseran kebiasaan belanja yang semakin digital.
Buy Now Pay Later menjadi alternatif menarik bagi mereka yang tidak memiliki kartu kredit atau tidak lolos dalam proses verifikasi yang ketat. Namun, meskipun terkesan praktis, penggunaan BNPL memerlukan perhatian lebih dalam hal pengelolaan keuangan agar tidak berisiko menambah beban utang.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto menyarankan agar BNPL digunakan hanya untuk kebutuhan yang benar-benar mendesak dan tidak untuk konsumsi yang sifatnya tidak penting atau konsumtif. Jika digunakan tanpa perencanaan yang matang, hal ini dapat menyebabkan penumpukan utang yang tidak terkendali.
Kalau digunakan secara berlebihan, artinya sedikit-sedikit, (andalkan) BNPL untuk sekedar konsumsi yang tidak primer, itu memang bisa menjerat finansial penggunanya, kata Eko kepada www.wmhg.org, Sabtu (25/1/2025).
Pengelolaan keuangan yang bijak menjadi faktor kunci agar BNPL tidak menjadi beban finansial di kemudian hari. Meskipun BNPL menawarkan kemudahan akses dan kecepatan, penggunaannya harus didasarkan pada perencanaan keuangan yang matang. Sebelum memutuskan untuk menggunakan BNPL, penting untuk melakukan analisis terhadap kemampuan keuangan pribadi dan memastikan bahwa kewajiban pembayaran dapat dipenuhi tanpa mengganggu kebutuhan hidup lainnya.