Jakarta – Paylater semakin digemari terutama generasi muda. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat pertumbuhan Paylater sebesar 61,90% secara tahunan. Menariknya, berdasarkan data penelitian Kredivo dan Katadata Insight Center, sebanyak 70,4% pengguna Paylater adalah kelompok usia 18–35 tahun.
Psikolog Klinis Disya Arinda menjelaskan, generasi muda harus memperhatikan kondisi psikologis sebelum dan saat menggunakan Paylater.
“Generasi muda cenderung lebih rentan terhadap keputusan impulsif ataupun tren jangka pendek yang dapat mempengaruhi keputusan finansial. Tanpa kesiapan dan perencanaan, layanan keuangan apa pun, termasuk Paylater, berisiko disalahgunakan untuk tujuan konsumtif yang tidak sehat. Oleh karena itu, penting untuk memastikan kondisi mental yang stabil supaya bisa mendapatkan manfaat semestinya dari penggunaan Paylater,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa (24/2/2025)
Selain kondisi psikologis yang tidak stabil, fenomena Fear of Missing Out (FOMO) dan You Only Live Once (YOLO) juga telah memperkuat pola hidup konsumtif masyarakat, terutama generasi muda.
Riset yang dilakukan GlobalWebIndex ungkap bahwa 62% individu yang mengalami FOMO merupakan penduduk berusia 16–34 tahun. Lebih lanjut, riset lain yang dilakukan oleh OCBC juga mengungkapkan bahwa 80% generasi muda menghabiskan uang untuk mengikuti gaya hidup teman.
Ia melanjutkan, penggunaan Paylater yang didorong oleh FOMO dan YOLO secara berulang dapat memicu stres finansial dan pola impulsif yang sulit dikendalikan. Secara psikologis, fenomena ini dapat meningkatkan kecemasan dan mengganggu mental well-being.
Oleh karena itu, penting untuk tidak hanya mempertimbangkan manfaat sebelum menggunakan Paylater, tetapi juga dampaknya pada kesehatan mental, kata dia.
Tak berhenti di situ, setelah menggunakannya, pengelolaan emosi dan keuangan yang baik juga diperlukan agar dapat bertanggung jawab akan keputusan finansialnya sehingga tidak menjadi pemicu stres jangka panjang, jelas Disya.