Jakarta – kemudahan pinjaman online (pinjol) seringkali membuat banyak orang tergoda untuk menggunakannya, termasuk untuk membeli barang-barang konsumtif. Dari gadget terbaru hingga renovasi rumah demi gengsi, pinjol sering kali menjadi solusi instan tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang.
Perencana Keuangan Andy Nugroho mengingatkan kebiasaan ini dapat membawa risiko finansial yang serius, mulai dari beban bunga yang tinggi hingga kebiasaan hidup konsumtif yang sulit dikendalikan.
Pinjol bisa bermanfaat jika digunakan untuk kebutuhan mendesak, seperti biaya berobat atau perbaikan rumah darurat. Namun, jika digunakan untuk membeli barang konsumtif yang tidak terlalu penting, dampaknya bisa negatif, kata Andy kepada ditulis Jumat (31/1/2025).
Salah satu risiko utama dari penggunaan pinjol untuk barang konsumtif adalah tingginya bunga yang harus dibayar. Barang yang sebenarnya tidak mendesak justru menjadi lebih mahal karena adanya biaya cicilan dan bunga yang terus bertambah.
Akibatnya, seseorang harus mengalokasikan sebagian besar pendapatannya untuk membayar pinjaman, sehingga menyulitkan mereka untuk menabung atau berinvestasi. Dalam jangka panjang, kebiasaan ini bisa membuat seseorang terus bergantung pada utang dan menghambat kestabilan finansialnya.
Dampak Psikologis
Andy juga menyoroti dampak psikologis dari kebiasaan berutang untuk barang konsumtif. Seseorang yang terus-menerus menggunakan pinjol akan terbiasa membeli sesuatu tanpa mempertimbangkan urgensinya.
“Hal ini bisa menciptakan efek domino di mana seseorang semakin konsumtif, sulit mengendalikan pengeluaran, dan akhirnya terjebak dalam lingkaran utang yang sulit dihentikan,” jelasnya.