wmhg.org – Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama (LPPNU) menyelenggarakan kegiatan Launching Program Sawit Goes to Pesantren untuk mengedukasi santri dan warga Nahdliyin terkait manfaat serta kontribusi sawit bagi perekonomian Indonesia.
Kegiatan yang didukung Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) ini dihadiri oleh Ketua Umum PBNU KH. Yahya Cholil Staquf, Helmi Muhansyah Kepala Divisi UKMK BPDPKS, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Eddy Martono, dan Plt Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian Heru Tri Widarto.
Sekretaris Pengurus Lembaga Pengembangan Pertanian Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LPP PBNU) Dr. Tri Chandra Aprianto menjelaskan problem kelapa Sawit dari hulu sampai hilir berkaitan legalitas, tumpang tindih lahan, dan penguatan kelembagaan petani. Seluruh persoalan ini berdampak bagi pelaksanaan Program Peremajaan Sawit Rakyat.
“Banyak pengaduan, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat dan Riau, bahwa Petani Sawit Rakyat (PSR) menghadapi banyak tantangan,” kata Tri Chandra yang juga Ketua Pelaksana Program Sawit Goes to Pesantren dan Rakornas LPPNU, ditulis Sabtu (26/10/2024).
Menurutnya, PSR yang harus diselesaikan berkaitan soal lahan yang terdapat tumpang tindih. Maka ia mendorong Pemerintah dan asosiasi Sawit, bisa membicarakan hal ini lebih lanjut.
“Saya pertegas bahwa LPPNU berkomitmen karena pilar NU itu ulama dan kerakyatan. Apalagi banyak warga nahdiliyin yang juga bekerja sebagai petani dan mengelola kebun sawit,” jelas dia.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Divisi Usaha Kecil Menengah dan Koperasi BPDPKS, Helmi Muhansyah mengungkapkan kepada peserta Launching Sawit Goes to Pesantren, bahwa Sawit termasuk yang paling efisien dibandingkan minyak dari tanaman lainnya.
“Minyak kelapa Sawit paling efisien dibandingkan minyak nabati lain. Jika satu ton minyak sawit membutuhkan 0,3 ha, sedangkan minyak kedelai perlu 4 ha,” katanya.
Tak heran, lanjutnya, banyak pihak di luar Indonesia melakukan kampanye hitam terhadap Sawit. Oleh karenanya, ia dan insan perkelapasawitan melawan kampanye tersebut. Edukasi ini salah satunya masuk ke Pesantren.
“Kami harapkan edukasi sawit di pesantren, dapat diketahui penggunaan dari Sawit bisa menjadi Malam untuk membatik, lalu sawit sebagai bahan menjadi sabun, sekarang dapat digunakan menjadi bahan rompi anti peluru,” jelasnya.
Kementerian Pertanian, mendukung penuh apa yang disampaikan BPDPKS. Plt. Dirjen Perkebunan, Heru Tri Widarto menjelaskan sangat mengapresiasi program Sawit Goes to Pesantren sebagai terobosan luar biasa. Tadi banyak disampaikan kampanye negatif. Kita kasih tahu cara menjawab ke santri dengan diberikan pemahaman sawit yang baik.
Sawit kata dia, berperan penting terhadap neraca perekonomian karena berkontribusi terhadap nilai ekspor.
“Sawit tulang punggung ekonomi, senilai Rp 400 triliun Sawit diekspor per tahun. Sulit dibayangkan ketika kita tidak kompak menangani sawit,” tuturnya.
Ia mendorong PSR peruntukannya tepat. Apalagi di tengah isu B50, kebutuhan pasokan Kelapa Sawit sangatlah penting. PSR akan diutamakan, dan diharapkan bisa kolaborasi dengan GAPKI.
“Kita harus tingkatkan produksi karena ada 6,6 juta ton CPO, untuk B50,” jelasnya.
Adapun Ketua Umum PBNU KH. Yahya Cholil Staquf memberikan jalan bagi LPPNU mengelola Sawit, karena peran NU terutama Pesantren yang mempunyai posisi strategis untuk bisa mengelola sawit dan mensejahterakan Petani Sawit.
“Kerangka ini, bahwa NU urusin sawit bukan sekedar cari duit.(Itu) bukan tujuan NU, bukan ngajarin cari duit sebanyak banyaknya. Tujuan utama bagaimana sawit ini menjadi sarana peningkatan kesejahteraan rakyat Indonesia termasuk warga nahdliyin,” pungkasnya.