wmhg.org – JAKARTA. Penurunan suku bunga Bank Indonesia (BI) dilihat bisa menjadi angin segar bagi emiten semen yang tengah diselimuti sentimen buruk akibat kelebihan pasokan di industri.
Meski mendapat angin segar dari keputusan BI menurunkan suku bunga sebesar 25 basis poin (bps) ke 5,75% dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) pekan lalu, tetapi kinerja emiten semen di tahun ini masih akan tertekan beberapa sentimen negatif.
Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia Miftahul Khaer mengatakan, kinerja emiten semen sudah berat sejak tahun 2024. Tekanan itu terutama berasal dari oversupply di industri semen.
Kinerja saham PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) dan PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) juga menunjukkan perlambatan di tahun 2024.
Melansir RTI, saham SMGR turun 52,77% dalam setahun belakangan. Begitu pula saham INTP yang turun 34,41% dalam setahun.
Sentimen negatif di tahun lalu berasal dari penurunan permintaan domestik, kenaikan biaya energi, dan persaingan harga yang ketat.
“Namun, SMGR masih tetap dominan sebagai market leader pada tahun lalu,” ujarnya kepada Kontan, Senin (20/1).
Pada 2025, penurunan suku bunga BI dan program pembangunan 3 juta rumah bisa memberikan peluang pertumbuhan bagi emiten semen.
Namun, masih ada sejumlah tantangan yang membayangi, seperti kenaikan biaya bahan baku dan anggaran infrastruktur yang lemah.
Di tengah sentimen tersebut, Miftahul memproyeksikan SMGR dan INTP masih tetap unggul berkat skala bisnis, efisiensi operasional, dan diversifikasi pasar ekspor.
“Meski begitu untuk saat ini kami masih cenderung menyarankan wait and see untuk emiten sektor semen,” paparnya.
Nafan Aji Gusta, Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas melihat, kinerja emiten semen juga masih belum kokoh lantaran pemerintah mengurangi fokus anggaran untuk pembangunan infrastruktur.
Asal tahu saja, Presiden Prabowo Subianto mengatakan bahwa dirinya menggandeng pihak swasta untuk menggarap sebagian besar proyek infrastruktur di Tanah Air.
Berdasarkan catatan Kontan, Prabowo menyebutkan, proyek infrastruktur sebagian besar bakal diserahkan oleh pihak swasta agar lebih efisien. Sebab, pihak swasta dianggap lebih berpengalaman.
“Meskipun begitu, kinerja emiten semen di tahun ini bisa terbantu oleh program tiga juta rumah yang membuat permintaan bisa meningkat dan mengimbangi kondisi oversupply,” ujarnya kepada Kontan, Senin (30/1).
Penurunan kinerja saham emiten semen dilihat Nafan masih terkait dengan kondisi oversupply yang belum kunjung terlihat kapan akan berakhir. Apalagi, produk semen impor yang harganya relatif lebih murah juga masih terus masuk dan membanjiri pasar domestik.
“Sebenarnya, masih ada peluang untuk kembali bergerak sideways. Tetapi, hal itu masih harus menunggu katalis positif lanjutan,” ungkapnya.
Nafan pun merekomendasikan buy on weakness untuk SMGR dengan target harga terdekat di Rp 3.420 per saham.