Jakarta – Dalam 10 tahun terakhir, transaksi dan nilai transaksi judi online (judol) di Indonesia meningkat pesat. Perbankan pun diklaim turut kecipratan rezeki dari bisnis tak sah ini.
Presiden Direktur Centre for Banking Crisis (CBC) Achmad Deni Daruri menyebutkan, pada 2017 terindikasi 20 juta transaksi senilai Rp 2 triliun dari aktivitas judi online di Indonesia. Pendapatan perbankan mencapai Rp 117 miliar.
Namun pada 2024 melonjak menjadi 6 miliar transaksi senilai Rp 600 triliun. Pendapatan perbankan tembus Rp 18 triliun.
Artinya, penerimaan perbankan periode 2017-2024 dari transaksi judol ilegal mencapai Rp 33,5 triliun. Peningkatan ini dipengaruhi banyak faktor, termasuk kemudahan akses internet dan penggunaan teknologi pembayaran digital, relaksasi dalam peraturan PJP (Penyedia jasa pembayaran), e-wallet dan pemberian API (application programing interface), ungkapnya, Rabu (31/7/2024).
Secara sosial, kata Deni, maraknya judol menyebabkan berbagai masalah, seperti peningkatan kasus bunuh diri, kejahatan, dan keretakan keluarga. Banyak individu yang terjerat utang besar akibat kecanduan judi, akhirnya memengaruhi kesehatan mental masyarakat.
Dampaknya kepada korupsi juga besar. Di mana, 1 persen peningkatan nilai judi online meningkatkan korupsi 4,6 persen, imbuh dia.
Dari sisi perbankan, lanjutnya, meningkatnya transaksi judol ilegal justru melahirkan cuan besar. Pada 2026, keuntungan perbankan dari transaksi judol ilegal diperkirakan mencapai Rp 30 triliun.
Hingga kini, kata Deni, sedikit sekali rekening yang diblokir perbankan karena teridentifikasi terkait judol dan dana yang diblokir menjadi ajang korupsi baru di Indonesia. Secara keseluruhan, peningkatan transaksi judol ilegal membawa dampak negatif yang luas, baik bagi individu maupun sistem keuangan negara.
Upaya penegakan hukum dan edukasi masyarakat menjadi kunci untuk mengatasi masalah ini. Peningkatan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk kemudahan akses internet dan penggunaan teknologi pembayaran digital, lanjutnya.