wmhg.org – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membeberkan masalah banyaknya Bank Perkreditan Rakyat (BPR) tutup. Proses politik di daerah jadi biang kerok modal BPR menjadi seret.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menjelaskan, kebanyakan pemilik saham BPR merupakan pemerintah daerah.
Tentu saja kalau pemerintah daerah maupun pemerintah pusat kalau mau meng-inject modal itu memerlukan waktu yang sangat lama, proses politiknya ada. Sementara kalau BPR sebagai bank itu tentu saja memerlukan rescue yang sangat cepat, ujarnya, dalam Roadmap Penguatan Bank Pembangunan Daerah, di Hotel Grand Hyatt, Jakarta, Senin (14/10/2024).
Atas dasar ini, OJK ingin pengendalian BPR di urus oleh Bank Pembangunan Daerah (BPD). Sehingga, pemeritah daerah tak boleh terjun langsung kendalikan BPR.
Memang koordinasi di bawah BPD itu merupakan salah satu solusi yang kita sedang apa namanya kita terapkan pada saat ini, imbuh dia.
Menurut Dian, jika dikendalikan oleh BPD, maka BPR punya bekingan jika tak memiliki modal yang cukup. Sebab, BPD memiliki modal yang kuat, selain itu tata kelola BPD juga lebih proper dibanding BPR.
Jadi BPD ini pertama kita asumsikan dia lebih kuat dalam segala hal dia lebih kuat, termasuk dalam permodalan dan lain sebagainya, governance apalagi ya. Itu diharapkan kita akan lebih baik, sehingga ke depannya nanti adalah kalau ada terjadi sesuatu permasalahan dengan BPR, itu BPR bisa di-rescue dengan cepat, beber dia.
Adapun, berikut 15 BPR/BPRS yang telah cabut izinya:
1. PT BPR Nature Primadana Capital
2. PT BPR Sumber Artha Waru Agung Sidoarjo
3. PT BPR Lubuk Raya Mandiri
4. PT BPR Bank Jepara Artha
5. Perumda BPR Bank Purworejo
6. PT BPR Bank Pasar Bhakti
7. PT BPR Madani Karya Mulia
8. PT BPRS Mojo Artho Kota Mojokerto (Perseroda)
9. Koperasi BPR Wijaya Kusuma
10. PT BPR Dananta
11. PT BPRS Saka Dana Mulia
12. PT BPR Bali Artha Anugrah
13. PT BPR Sembilan Mutiara
14. PT BPR Aceh Utara
15. PT BPR EDCCASH