wmhg.org – JAKARTA. Perhelatan penawaran umum perdana saham atau Initial Public Offering (IPO) tak memenuhi target Bursa Efek Indonesia (BEI). Pada 2024, hanya ada 41 perusahaan yang berhasil IPO padahal BEI menargetkan bisa memboyong 62 emiten.Â
Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia I Gede Nyoman Yetna menyampaikan sebenarnya, permohonan pernyataan pendaftaran saham secara umum tidak mengalami penurunan sepanjang 2024.Â
Namun beberapa perusahaan mengalami pembatalan pencatatan saham, berupa penundaan dari calon emiten maupun penolakan dari Bursa sehubungan dengan concern, katanya, Selasa (31/12).Â
Adapun penolakan yang dilakukan sehubungan dengan perhatian BEI dari segi kondisi keuangan, operasional dan aspek hukum, termasuk going concern calon perusahaan tercatat.Â
Nyoman bilang pihaknya memahami menjadi perusahaan terbuka dan tercatat di BEI merupakan keputusan strategis bagi setiap perusahaan dan sesuai kebutuhan masing-masing perusahaan.Â
Keputusan tersebut juga dipengaruhi oleh berbagai faktor, yakni faktor internal dan eksternal, ucap dia.Â
Dari internal perusahaan, lanjut Nyoman, kesiapan perusahaan juga merupakan faktor yang sangat krusial. Pasalnya, perusahaan harus mempertimbangkan berbagai aspek mulai dari kinerja keuangan hingga pemenuhan organ CGC.Â
Kemudian faktor eksternal datang dari kinerja sektor atau industri, kondisi makro ekonomi global dan domestik, baik tingkat suku bunga dan inflasi, kebijakan pemerintah dan geopolitik.Â
Termasuk pemilu yang dilaksanakan di lebih dari 70 negara pada 2024 dengan total representasi terhadap populasi dan GDP Global masing-masing 54% dan 60% membuat penguasa wait and see, kata Nyoman.Â
Adapun dari 41 emiten baru itu, sektor konsumer siklikal menjadi sektor dengan pencatatan saham tertinggi yaitu 13 perusahaan dengan dana yang berhasil dihimpun sebesar Rp 5,7 triliun.Â
Diikuti oleh sektor bahan baku sebanyak delapan perusahaan dengan dana terhimpun sebesar Rp 1,5 triliun dan sektor energi sebanyak enam perusahaan dengan dana yang berhasil diperoleh Rp 5,6 triliun.Â
Iman Rachman, Direktur Utama Bursa Efek Indonesia menyampaikan pihaknya sedang berdiskusi untuk melakukan penelaahan sejumlah aturan, termasuk meningkatkan batas ketentuan lPO.Â
Seperti meningkatkan jumlah free float. Misalkan, perusahaan dengan ekuitas free float-nya akan ditingkatkan dari maksimum 10% menjadi di atas 10% sehingga bisa mendorong likuiditas.Â
Kedua, terkait persyaratan keuangan. Misalnya, saat ini perusahaan minimal beroperasi setahun, tetapi nanti akan diperpanjang lebih dari itu agar fundamental perusahaan lebih terukur, kata Iman.Â
Deputi Komisioner Pengawas Pengelolaan Investasi Pasar Modal dan Lembaga Efek OJK Aditya Jayaantara menambahkan OJK juga sedang menyusun peraturan baru untuk memperkuat emiten.Â
Adapun OJK sudah menyusun Peraturan OJK (POJK) Nomor 45 Tahun 2024 tentang Pengembangan dan Penguatan Emiten dan Perusahaan Publik, yang saat ini masih dalam tahap pengundangan.Â
OJK akan memperkuat proses IPO sehingga dapat memperoleh emiten yang berkualitas, di mana POJK untuk memperkuat emiten masuk dalam tahap perundangan di Kementerian Hukum, kata Aditya.Â