wmhg.org – Aplikasi Temu asal China menjadi sorotan dunia atas sistem baru mereka yakni factory to consumer. Sistem baru ini dikhawatirkan bakal menjadi ancaman baru industri lantaran pabrik bisa langsung menjual barangnya ke konsumen alih – alih melalui distributor. Jika hal ini benar terjadi maka ada dua pelaku ekonomi penting yang bakal terkena dampak yakni para distributor sekaligus pengusaha mikro yang juga mengambil barang – barang dari pabrik.
Temu merupakan platform e-commerce asal China yang mirip seperti Amazon, Alibaba, Shopee, dan lain sebagainya. Di aplikasi ini, para konsumen bisa menemukan berbagai produk mulai dari pakaian, sepatu, aksesoris, hingga elektronik, peralatan dapur, perlengkapan otomotif, dan masih banyak lagi.
Aplikasi Temu pertama kali diluncurkan di Amerika Serikat pada tahun 2022 lalu, dan saat ini layanannya sudah tersedia di puluhan negara. Menurut data, aplikasi Temu ini sudah berhasil di-download 30 juta kali dalam sebulan, hingga menjadikannya aplikasi belanja nomor satu di Apple App Store dan Google Play Store.
Aplikasi asal China bernama Temu ini memang disebut-sebut akan menjadi ancaman baru UMKM Indonesia setelah TikTok Shop. Kementerian Perdagangan (Kemendag) lantas angkat bicara terkait kabar tersebut. Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Isy Karim mengatakan bahwa sampai saat ini aplikasi Temu belum masuk ke Indonesia, namun pihaknya akan memantau terus pergerakan dari aplikasi tersebut. Aplikasi Temu memiliki model bisnis yang berbeda dengan kebijakan Indonesia, dan bahkan dianggap tidak cocok dengan aturan Indonesia.
Sebelumnya, aplikasi ini telah diungkap oleh Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Teten Masduki pada saat rapat kerja dengan DPR RI Komisi VI, pada pertengahan 2024 ini. Menurutnya, aplikasi Temu yang menggunakan metode penjualan factory to consumer bisa berdampak pada UMKM dan lapangan pekerjaan di Indonesia. Terlebih aplikasi bisa menghubungkan pabrik – pabrik di seluruh dunia.
Pendiri Temu
Orang di balik kesuksesan Temu adalah Colin Huang, yang mendirikan perusahaan tersebut pada 2015 silam. Awalnya Huang mendirikan perusahaan bernama Pinduoduo (PDD) yang menaungi Temu.
Kemudian, Huang menjabat sebagai CEO sampai dengan Juli 2020 dan ketua dewan direksi hingga Maret 2021. Huang sendiri lahir dari pekerja pabrik di Hangzhou, sebuah kota di China timur dan kuliah di Universitas Zhejiang, sebuah sekolah terkemuka di Negeri Tirai Bambu.
Kemudian, ia juga memperoleh gelar master di bidang ilmu komputer dari Universitas Wisconsin pada 2004 dan pada tahun yang sama, Huang dipekerjakan oleh Google sebagai seorang insinyur.
Lalu pada 2006, Huang kembali ke China untuk bergabung dengan unit Google Tiongkok yang dipimpin oleh Kai-fu Lee. Huang mengundurkan diri tidak lama setelah itu dan mendirikan situs e-commerce bernama Oku, yang dijual seharga US$2,2 juta pada 2010.
Selanjutnya, PDD yang merupakan startup keempat Huang menjadi salah satu startup paling sukses hingga saat ini. Dalam beberapa tahun, ia bahkan telah diakui sebagai salah satu wirausahawan terkaya di China. Pada 2021 lalu, Forbes menempatkannya di peringkat ke-6 dalam \’Daftar Orang Terkaya di Tiongkok Daratan\’ dengan kekayaan bersih sekitar US$30 miliar.
Ketika ia memutuskan untuk mengundurkan diri dari PDD tahun itu, Huang menjelaskan bahwa dirinya keluar untuk mengejar \’peluang yang baru dalam jangka panjang\’.
Kontributor : Nadia Lutfiana Mawarni