wmhg.org – JAKARTA. Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun 2025 tercatat anggaran belanja lain-lain naik menjadi Rp 631,89 triliun. Nilai anggaran tersebut naik tajam bila dibandingkan outlook tahun 2024 yang hanya Rp 355,4 triliun.
Ekonom Center of Reform on Economic (Core) Yusuf Rendy mengatakan, belanja lain-lain diperuntukkan demi keperluan dana cadangan dan risiko fiskal. Menurutnya, pengeluaran belanja ini nantinya digunakan untuk kewajiban pembayaran pemerintah yang bersifat prioritas di bidang ekonomi dan jika tidak dilakukan akan berdampak pada capaian target nasional.
“Belanja lain-lain ini diperuntukkan untuk memitigasi risiko fiskal di tahun depan dan risiko fiskal ini banyak terutama di dalamnya misalnya perubahan APBN yang terjadi karena dinamika ekonomi global maupun domestik,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Kamis (22/8).
Yusuf mengungkapkan, pemerintahan baru juga tengah menyiapkan beberapa program baru, di mana ini nantinya bakal dievaluasi apakah anggarannya sudah cukup atau belum. Seperti yang diketahui, salah satu program baru tersebut adalah Makan Siang Bergizi.
Baca Juga: Penerbitan SBN di RAPBN 2025 Meningkat, Imbal Hasil Bisa Naik
“Jika ternyata memang tidak cukup, Saya kira belanja lain-lain ini akan digunakan untuk mengisi pos tersebut sekali lagi dalam konteks belanja tersebut merupakan belanja yang sifatnya krusial dan ketika tidak dijalankan akan mempengaruhi capaian target yang sudah ditetapkan sebelumnya,” ungkap dia.
Sementara itu, Yusuf juga menyoroti belanja lain-lain di periode kedua Presiden Joko Widodo (Jokowi), di mana anggaran ini banyak digelontorkan untuk kebutuhan penanganan pandemi covid-19. Misalnya, bantuan sosial tunai.
“Kalau kita perhatikan lompatan pertumbuhan dari belanja lain-lain itu banyak terjadi ketika pandemi covid-19 jadi ketika itu pemerintah mengalokasikan belanja lain-lain yang cukup besar dan jika dikomparasikan dengan kondisi sebelum Covid maka kita bisa melihat gap atau perubahan yang relatif besar,” terangnya.
Lebih lanjut, Yusuf menambahkan, pemerintah tentunya telah memiliki kriteria risiko yang bisa masuk untuk dibiayai melalui pos anggaran belanja lain-lain ini. Misalnya, untuk menyalurkan stimulus perekonomian.
“Maka kriteria atau bentuk stimulus dan siapa penerimanya Saya kira sudah harus diformulasikan saat ini Sehingga nantinya ketika dijalankan pemerintah sudah punya pegangan untuk menyalurkan pos belanja tersebut,” pungkasnya.