wmhg.org – JAKARTA. Badai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) masih menghantui Indonesia dan dikhawatirkan menekan daya beli dan pertumbuhan ekonomi.
Ekonom dari Center of Reform on Economic (CORE), Yusuf Rendy Manilet mengatakan, meningkatkanya kasus PHK tahun ini bisa berdampak terhadap melambatnya pertumbuhan ekonomi dalam negeri.
Bahkan ia memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini hanya berada di kisaran 4,9% sampai 5% atau berada dibawah proyeksi pertumbuhan yang disampaikan pemerintah yang mencapai 5,1%.
PHK ini bisa berdampak terhadap potensi penyesuaian konsumsi yang dilakukan oleh masyarakat yang terkena PHK, kata Rendy pada Kontan.co.id, Selasa (3/9).
Rendy menegaskan kasus PHK ini dapat melemahkan daya beli masyarakat yang terdampak. Apalagi, jika kompensasi yang diberikan dari PHK itu tidak dapat memenuhi kebutuhan harian.
Karena indikasi tertekannya daya beli dapat dilihat pada beberapa indikator utama seperti perlambatan konsumsi dan tren penurunan proporsi konsumsi yang terjadi terutama di kuartal kedua ini, jelas dia.
Sebelumnya, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) menyebutkan, sebanyak 46.240 pekerja mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) pada periode Januari 2024 hingga Agustus 2024.
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kemnaker Indah Anggoro Putri mengatakan, dari angka PHK itu, paling banyak di Jawa Tengah.
Jawa Tengah nomor satu, Agustus masuk nomor satu (di) Jawa Tengah, diikuti DKI Jakarta, lalu Banten,” kata Putri usai rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Senin (2/9).
Adapun sektor dengan kasus PHK tertinggi masih didominasi oleh sektor manufaktur, tekstil, industri pengolahan hingga jasa.