wmhg.org – JAKARTA. Menurunnya jumlah masyarakat ekonomi kelas menengah Indonesia dinilai bisa berdampak pada berkurangnya penerimaan pajak dalam negeri.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, jumlah masyarakat kelas menengah terus menurun dalam 10 tahun terakhir. Pada 2019 masyarakat kelas menengah mencapai 57,33 juta, kemudian turun menjadi 53,83 juta pada 2021.
Selanjutnya, jumlah masyarakat kelas menengah juga tercatat kembali turun pada 2022 menjadi 49,51 juta, turun pada 2023 menjadi 48,27 juta, dan pada 2024 turun menjadi 47,85 juta.
Menteri Keuangan periode 2014-2016 Bambang Brodjonegoro mengingatkan, dampak menurunnya kelas menengah tersebut akan mengurangi daya beli kelas menengah dan juga mengurangi penerimaan pajak penghasilan (PPh).
Hal ini sejalan dengan jumlah kelas menengah yang bekerja di sektor formal berkurang. Masyarakat kelas menengah yang bekerja di sektor formal memang tercatat menurun dari 2019 yang sebesar 61,71% turun menjadi 2023 sebesar 58,65%. Meski begitu, pekerja di sektor formal meningkat sedikit jadi 59,35%.
“Kalau pekerja formal kena PHK dan pindah ke sektor informal, berarti tidak lagi menjadi lagi pembayar PPh Pasal 21,” tutur Bambang kepada Kontan, Minggu (1/9).
Adapun Bambang juga menilai, menurunnya jumlah masyarakat kelas menengah salah satunya karena kebiasaan mengkonsumsi air kemasan dan galon. Tanpa disadari penggunaan air galon juga termasuk pengeluaran yang cukup besar bila diakumulasi.
Maka dari itu, ia berharap agar infrastruktur air bersih bisa diperbaiki, agar masyarakat tidak lagi bergantung pada air kemasan.
Kemudian, untuk menyelamatkan agar jumlah kelas menengah tidak terus menurun, investasi perlu didorong untuk menciptakan lapangan kerja lebih banyak.
Pemerintah juga dinilai harus menjaga agar biaya hidup dasar seperti pangan, rumah, transportasi, air minum, tidak memberatkan masyarakat kelas menengah.
“Ditambah juga pemberian insentif pajak seperti PPN untuk rumah sederhana (PPN DTP Property) dan subsidi terkait kebutuhan dasar seperti bahan bakar tapi harus yang terbarukan,” ungkapnya.
Dalam jangka menengah panjang, Bambang berharap agar pemerintah memperbanyak infrastruktur dasar seperti transportasi publik, untuk mengurangi biaya operasional kendaraan. Pun dengan jaringan gas juga harus diperbanyak untuk mengurangi pemakaian LPG.