wmhg.org – JAKARTA. Di kawasan Asia Tenggara Indonesia termasuk salah satu negara yang mempunyai keunggulan, namun juga tak luput dari kekurangan.
Sebagaimana yang sudah diketahui, dalam world competitiveness ranking (WCR) 2024 oleh International Institute for Management Development (IMD) daya saing Indonesia berada di urutan nomor tiga dengan skor 71. Posisi pertama diraih Singapura dengan skor sempurna atau 100 dan posisi kedua adalah Thailand dengan skor 72,5.
Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution, Ronny P Sasmita menilai, bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN, Indonesia masih berada di posisi medioker atau menengah (rata-rata). Terutama atas negara-negara yang masih terbilang kurang terlalu progresif perkembangan ekonomi, sumber daya manusia (SDM), dan teknologinya.
Indonesia dinilai masih lebih unggul terhadap Myanmar, Laos, Kamboja, Brunei, dan banyak sedikitnya Filipina.
“Namun terhadap negara seperti Singapura, Malaysia, Thailand, dan Vietnam, dalam banyak kategori Indonesia masih jauh tertinggal,” tutur Ronny kepada Kontan, Selasa (6/8).
Meski demikian, Ronny membeberkan, Indonesia punya sejumlah bila dibandingkan dengan Asia Tenggara. Pertama, demografi.
Menurutnya, jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar adalah keunggulan yang tak dimiliki negara Asia Tenggara lain. Awal tahun 2023, jumlah penduduk Indonesia mencapai 273,5 juta, terbanyak di Asia Tenggara.
Dengan jumlah penduduk yang besar tersebut, Indonesia akan dilirik investor asing sebagai pasar yang potensial.
Keunggulan kedua, pertumbuhan ekonomi Indonesia terbilang cukup stabil di angka yang moderat selama dua dekade lebih, yang menandakan bahwa prospek berinvestasi di Indonesia juga terbilang cukup moderat.
Artinya, meskipun tidak terlalu tinggi, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih merefleksinya prospek investasi yang cukup baik untuk masa mendatang.
Ketiga, tingkat kontribusi konsumsi rumah tangga yang cukup tinggi. Kontribusi konsumsi rumah tangga terhadap pertumbuhan lebih dari 50%, jauh di atas China yang masih berkisar di angka 30%. “Artinya, lagi-lagi prospek investasi riil masih cukup bagus, meskipun tidak terlalu bagus,” kata Ronny.
Keempat, Indonesia memiliki keunggulan dari banyak SDA yang komparatif alias tidak banyak dimiliki oleh negara lain. Sehingga secara sektoral, prospek investasi pada komoditas-komoditas tertentu sangat menjanjikan.
Kelima, kesehatan fiskal nasional di satu sisi dan kesehatan sektor finansial di sisi lain masih terbilang cukup terjaga dengan baik dengan risiko yang masih terukur. Sehingga prospek investasi portofolio juga masih cukup baik. Karena itulah surat utang negara masih laku keras di pasaran, terutama dalam keadaan normal.
Meski begitu, di balik sejumlah keunggulannya, Indonesia masih mempunyai banyak kelemahan bila dibandingkan dengan negara Kawasan Asia Tenggara.
Seperti biaya investasi kita masih terbilang sangat tinggi. ICOR Indonesia dari 2021 hingga 2022 sebesar 7,6%, lebih tinggi jika dibandingkan dengan negara lain seperti Malaysia yang hanya 4,5%, India 4,5% dan Filipina 3,7%.
Penyebab biaya investasi yang masih tinggi karena kondisi infrastruktur Indonesia yang belum merata dan belum mengutamakan kepentingan dunia usaha, serta masih mahalnya biaya energi untuk industri, tingginya tingkat pungli dan korupsi, rendahnya tingkat kepastian hukum.
“Perkembangan teknologi yang tidak merata, buruknya pelayanan investasi, belum sensitifnya Pemda-Pemda kepada kepentingan dunia usaha, dan sulitnya melakukan pembebasan lahan, dan seterusnya,” jelas Ronny.
Disamping itu, Ronny juga menilai SDM Indonesia masih cukup tertinggal, meskipun jumlahnya berlimpah, sehingga akan menghambat investasi yang masuk, karena investor akan berpikir panjang khawatir SDM belum memadai untuk mendukungnya.
Lebih lanjut, Ronny menilai, untuk menjadi negara yang berdaya saing di Asia Tenggara bukan pekerjaan mudah.
Pemerintah perlu mengatasi segala kendala kelemahan tersebut secara perlahan dan konsisten. Meski pemerintah menyadari kekurangan tersebut, Ronny melihat sikap politik untuk mencapainya masih setengah hati
“Karena ternyata banyak kepentingan yang akan terganggu jika itu dilakukan secara konsisten dan massif,” ungkapnya.