wmhg.org – JAKARTA. Pemerintah tercatat telah menyalurkan dana desa sebesar Rp 608,9 triliun sejak 2015 hingga tahun 2024. Tahun 2015, penyaluran dana desa tercatat sebesar Rp 20,8 triliun dan anggaran dana desa pada tahun 2024 telah mencapai Rp 71 triliun.
Kepala Badan Pengembangan dan Informasi Kementerian Desa, Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (BPI Kemendes PDDT) Ivanovich Agusta mengatakan, dana desa sepanjang tahun 2015-2023 dibelanjakan untuk membangun 357.666 km jalan desa, 1.915 km jembatan, 14.649 pasar desa, dan 43.155 kegiatan Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa).
Dana desa juga digunakan untuk pengadaan 9.250 tambahan perahu, 6.732 embung, 603.954 unit irigasi, 541.097 unit penahan tanah, 34.010 unit sarana olah raga, 1.753.791 unit air bersih, 538.745 unit MCK, 26.565 unit Polindes, 53.307 km drainase, 70.776 kegiatan PAUD, 46.094 Posyandu, dan 94.155 sumur.
Manfaatnya, pengangguran terbuka desa turun dari 4,48% pada 2014 menjadi 3,43% pada 2022, jelas Ivanovich kepada Kontan, Jumat (2/8).
Kementerian Desa mencatat, pendapatan per kapita naik dari Rp 572.586 per kapita per bulan menjadi Rp 1.028.896 per kapita per bulan.
Sedangkan ketimpangan ekonomi tetap rendah dan turun dari indeks gini 0,319 menjadi 0,314.
Dihubungi secara terpisah, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti menilai, penggunaan dana desa saat ini cenderung digunakan untuk memperbaiki jalan, irigasi, atau pekerjaan lain yang sifatnya sementara.
Padahal, lapangan pekerjaan yang lebih dibutuhkan di pedesaan adalah lapangan pekerjaan yang sifatnya berkelanjutan.
Selain itu, penggunaan dana desa juga belum optimal dalam mengembangkan UMKM di desa.
Dari sisi penggunaan alokasi dananya belum cukup berkontribusi pada pengembangan ekonomi pedesaan, ujar Esther.
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Herman N Suparman mengatakan, penambahan masa jabatan hasil revisi UU Desa akan membuat kepala desa merasa memiliki kewenangan yang besar.
Sebab itu, KPPOD meminta adanya penguatan peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam mengawasi jalanya pemerintahan desa.
Dia juga menyoroti perencanaan penganggaran penggunaan dana desa yang perlu diperbaiki agar program yang dijalankan memberi multiplier effect bagi masyarakat desa.
Evaluasi dan monitoring juga mesti ditingkatkan, ucap Herman.
KPPOD juga mendorong pemerintah kabupaten atau pemerintah provinsi untuk lebih aktif dalam memfasilitasi pembentukan badan usaha milik desa (BUMDes).
Karena jika dikembangkan dan dikelola secara baik akan menambah perputaran uang di desa.
Kita bisa lihat beberapa Bumdes di Jawa Tengah, Jawa Timur memiliki omzet sampai miliaran, terang Herman.
Berdasarkan data Kementerian Desa, Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, antara 2014-2023 Desa Sangat Tertinggal berkurang 8.603 desa, dari 13.453 desa menjadi 4.850 desa.
Desa Tertinggal berkurang 26.438 desa, dari 33.592 desa menjadi 7.154 desa.
Desa Berkembang bertambah 5.884 desa, dari 22.882 desa menjadi 28.766 desa.
Desa Maju bertambah 19.427 desa, dari 3.608 desa menjadi 23.035 desa.
Desa Mandiri bertambah 11.282 desa, dari 174 desa menjadi 11.456 desa.
Adapun berdasarkan alokasi anggaran, pada tahun 2015 anggaran dana desa sebesar Rp 20,8 triliun, tahun 2016 sebesar Rp 46,7 triliun, dan tahun 2017 sebesar Rp 59,8 triliun.
Berikutnya, dana desa pada tahun 2018 sebesar Rp 59,9 triliun, tahun 2019 sebesar Rp 69,8 triliun, tahun 2020 sebesar Rp 71,1 triliun.
Selanjutnya, pada tahun 2021 anggaran dana desa sebesar Rp 71,9 triliun, tahun 2022 sebesar Rp 67,9 triliun, tahun 2023 sebesar Rp 70 trilliun, dan tahun 2024 sebesar Rp 71 triliun.