wmhg.org – JAKARTA. Pemerintah akan menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% pada Januari 2025. Hal itu disebut-sebut justru akan memukul tingkat komsumsi masyarakat.
Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto mencermati keputusan pemerintah untuk menaikan PPN menjadi 12% masih kurang tepat. Ia menjelaskan saat ini kondisi pertumbnuhan ekonomi Indonesia masih melambat, berada di level 5,05% pada kuartal II 2024.
Pertumbuhan ekonomi ini memang masih 5% tapi itu lebih rendah jika dibandingkan dengan kuartal I 2024 yaitu 5,11%, jelas Eko dalam Diskusi Pidato Kenegaraan, Jumat (16/8).
Eko menjelaskan kenaikan PPN 12% pada Januari 2025 ini memang sudah ditentukan dari tahun lalu, dengan asumsi tren ekonomi akan terus meningkat. Nyatanya kondisi ekonomi saat ini justru menghadapi tantangan yang cukup berat. Di antaranya masih menurunnya pertumbuhan ekonomi dan adanya pengaruh dari kondisi geopolitik global.
Jadi momentumnya ini tidak pas, ujarnya.
Eko mengatakan jika dilihat jangka pendek mungkin memang kenaikan PPN 12% ini dapat mendongkrak penerimaan pajak. Meski begitu jika dilihat jangka Panjang dalam Waktu minimal satu tahun justru berisiko akan menurunkan penerimaan negara. Hal itu disebabkan karena kenaikan PPN 12% ini akan berdampak pada semua produk,
Dengan naiknya PPN ini di situasi ekonomi saat ini, jelas akan menurunkan tingkat konsumsi khususnya pada produk-produk sekunder, jika itu terjadi penerimaan tidak jadi naik justru birisiko akan turun, ungkapnya.
Menurut Eko, aturan-aturan teknis seperti kenaikan PPN ini tidak seharusnya dicantumkan dalam undang-undangan. Ia menyebutkan cukup melalui peraturan Menteri, karena kondisi ekonomi dapat berubah drastis sewaktu-waktu.
Perubahan kondisi ekonomi yang drastis ini akan berisiko pada turunnya penerimaan, ucapnya.