wmhg.org – JAKARTA. Pemerintah pusat seharusnya menanggung pendidikan dasar bagi seluruh warga negara Indonesia. Pasalnya, pendidikan dasar merupakan pendidikan wajib yang diamanatkan oleh UUD 1945 sebagai Konstitusi.
Demikian disampaikan Wakil Ketua MK Saldi Isra dalam sidang lanjutan uji Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) yang digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (14/8/2024).
Perkara Nomor 3/PUU-XXII/2024 ini diajukan oleh Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia dan tiga pemohon perorangan yang bernama Fathiyah, Novianisa Rizkika, dan Riris Risma Anjiningrum.
Fathiyah dan Novianisa merupakan ibu rumah tangga, sedangkan Riris adalah seorang ibu yang bekerja sebagai PNS.
Menurut Saldi, pendidikan dasar seharusnya dikendalikan oleh pemerintah pusat karena itu yang wajib diberikan oleh Konstitusi. Bukan sebaliknya. Namun sekarang yang wajib dilepas ke daerah dengan dana transfer tadi, lalu di luar itu menjadi tidak jelas atau tidak eksplisit,” tegasnya dalam sidang yang dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo.
Saldi mengungkapkan terjaminnya setiap pendidikan dasar bagi warga negara akan memudahkan negara.
“Harusnya yang wajib ini dulu yang didahulukan pemerintah terutama pemerintah pusat, baru kemudian yang lain-lainnya. Sehingga kalau basis (pendidikan dasar) ini kuat, pemerintah bisa menjamin akan lebih mudah dijenjang-jenjang berikutnya,” tegas Saldi.
Pernyataan serupa disampaikan oleh Ketua MK Suhartoyo yang mempertanyakan proporsionalitas skema transfer dana sebesar 52,1% ke daerah. Ia meragukan apakah seluruh kebutuhan daerah, terutama di sektor pendidikan dasar dan menengah, telah terpenuhi secara optimal melalui skema ini.
Suhartoyo menyoroti kemungkinan adanya kendala dalam implementasi di tingkat daerah, atau bahkan adanya kekurangan dalam desain skema itu sendiri. Kemudian, ia juga mengusulkan agar pembiayaan pendidikan dasar dan menengah yang bersifat krusial ditarik kembali ke pusat untuk memastikan kualitas dan pemerataan layanan.
“Secara proporsionalitas apakah skemanya telah terjangkau semua ketika kemudian bagian-bagian yang tidak bisa terjangkau itu bagian persoalan implementasinya ataukah memang ada sedikit keraguan di dalam skema yang 52,1 persen transfer ke daerah ini yang disana sebenarnya ada persoalan kontrolnya yang susah atau bisa jadi implementasinya sangat tergantung pada bagaimana daerah mengaktualisasikan atau merealisasi 52,1 persen ini. Seharusnya kalau untuk yang krusial SD dan SMP kenapa tidak ditarik saja ke pusat?” ujar Suhartoyo.
Sementara itu, Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan/Direktorat Jenderal Anggaran Isa Rachmatarwata dalam sidang menyampaikan Pasal 4 Ayat (6), Pasal 8, Pasal 9, Pasal 11, Pasal 34 ayat (2), dan Pasal 46 Ayat (1) UU Sisdiknas saling berkaitan dan menguatkan peran dan tanggung jawab pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam mendukung amanat konstitusi Pasal 31 UUD 1945 untuk terjaminnya penyelenggaran wajib belajar bagi seluruh lapisan masyarakat.
UU Sisdiknas memberikan ruang bagi masyarakat untuk turut menyelenggarakan pendidikan melalui sekolah swasta dan sekaligus memberikan pilihan bagi masyarakat untuk memilih sekolah swasta dengan pertimbangan tertentu sesuai preferensi, kemampuan wali murid, dan siswa.
“Untuk menjawab berbagai pertanyaan terkait anggaran pendidikan ini, izinkan kami memulainya dari amanat Pasal 31 ayat (4) UUD Tahun 1945, yang mengatur bahwa Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional, sebut Isa.