wmhg.org – NEW YORK. Goldman Sachs memperkirakan harga emas masih akan kembali naik dalam jangka pendek di saat The Fed menurunkan suku bunga. Menurut Goldman Sachs kenaikan harga emas jangka pendek masih memungkinkan karena statusnya sebagai pilihan aset untuk lindung nilai terhadap risiko. Tapi permintaan dari China yang melemah sempat menyebabkan pandangan kurang konstruktif terhadap komoditas lain.
Pemotongan suku bunga Fed yang akan segera terjadi siap membawa modal Barat kembali ke pasar emas, kata analis Goldman pada hari Senin dalam sebuah catatan berjudul 'Go for Gold'.
Harga emas spot telah naik 21% sepanjang tahun ini, memecahkan rekor berturut-turut dan mencapai titik tertinggi bersejarah US$ 2.531,60 per ons pada 20 Agustus. Pemberi pinjaman Wall Street, Goldman Sachs menyesuaikan target emasnya menjadi US$ 2.700 hingga awal 2025. Proyeksi ini lebih rendah dibandingkan perkiraan sebelumnya yang memperkirakan harga emas di US$ 3.000 pada akhir 2024.
Goldman Sachs menilai, pasar China yang sensitif terhadap harga akan mengurangi potensi reli panjang. Kami yakin bahwa sensitivitas harga akan berdampak besar pada penurunan harga yang hipotetis. Namun penurunan harga juga akan menghidupkan kembali pembelian China, tulis riset Goldman
Untuk minyak, Goldman mengambil sikap yang lebih hati-hati. Sebab mereka memperkirakan potensi defisit lebih kecil di musim panas sementara posisi surplus pasokan akan lebih besar dari yang diproyeksikan pada tahun 2025.Â
Minggu lalu, Goldman Sachs memangkas perkiraan harga Brent rata-rata tahun 2025 sebesar US$ 5 per barel, dengan alasan permintaan China yang suram. Goldman Sachs memperkirakan harga minyak brent akan di US$ 77 per barel dari proyeksi sebelumnya di US$ 82 per barel.Â
Bank ini melihat pandangan arah yang jelas dalam gas global, meskipun ada gelombang penambahan kapasitas pasokan gas alam cair global yang akan datang mendorong harga gas alam Eropa (TTF) lebih rendah.Â
Goldman Sachs justru menahan target tembaga akhir tahun 2024 di sebesar US$ 12.000 per metrik ton menjadi ke setelah tahun 2025. Ini karena penipisan persediaan tembaga yang diperkirakan sebelumnya akan melambat dari yang diperkirakan sebelumnya.Â
Saat ini, Goldman Sachs memperkirakan rata-rata harga tembaga tahun 2025 sebesar US$ 10.100 per ton, jauh di bawah perkiraan sebelumnya sebesar US$ 15.000. Sebab Goldman Sachs melihat produksi tembaga olahan tetap tinggi meskipun ada masalah pasokan tambang di negara-negara penghasil tembaga utama.
Goldman mempertahankan prospek yang kurang tegas untuk logam industri lainnya dan menunda target akhir tahun sebelumnya sebesar US$ 2.600 per ton untuk aluminium hingga akhir tahun 2025 dan menurunkan perkiraannya untuk tahun 2025 menjadi US$ 2.540.
Goldman Sachs juga menangguhkan cakupan seng untuk sementaa waktu, serta mempertahankan pandangan yang pesimis terhadap nikel.