wmhg.org – JAKARTA. Harga Bitcoin melonjak lebih dari 2% dan mencapai US$66.000 pada hari Jumat, didorong oleh data inflasi yang positif dan arus masuk besar ke dalam exchange-traded funds (ETF) Bitcoin.
Kenaikan ini merupakan yang tertinggi sejak akhir Juli, dengan Bitcoin sempat menyentuh US$66.500 sebelum menutup minggu di sekitar US$66.000. Selain itu, Ethereum juga naik sekitar 2%, mencapai US$2.699 dalam waktu 45 menit pada Jumat pagi.
Faktor-Faktor Pendukung Lonjakan Bitcoin
Lonjakan harga Bitcoin, meskipun masih jauh dari rekor tertinggi sepanjang masa sebesar US$72.000, dipengaruhi oleh berbagai faktor ekonomi dan pasar. Berikut adalah faktor-faktor utama yang berkontribusi pada kenaikan harga Bitcoin:
1. Data Inflasi AS yang Positif
Salah satu faktor kunci yang mendorong kenaikan harga Bitcoin adalah penurunan inflasi di AS. Pada hari Jumat pagi, Bureau of Economic Analysis merilis laporan mengenai Personal Consumption Expenditures (PCE) Price Index untuk bulan Agustus 2024, yang menunjukkan inflasi melambat menjadi 2,2% dibandingkan dengan 2,5% pada bulan Juli. Ini merupakan angka inflasi terendah sejak 2021.
Penurunan inflasi ini memperkuat keputusan Federal Reserve yang baru-baru ini menurunkan suku bunga sebesar 50 basis poin. Kebijakan moneter yang lebih longgar tersebut meningkatkan daya tarik aset-aset volatil seperti Bitcoin di tengah optimisme investor bahwa inflasi yang terkendali dapat menciptakan lingkungan yang lebih stabil bagi aset digital.
2. Arus Masuk Besar ke ETF Bitcoin
Selain faktor inflasi, ETF Bitcoin juga memainkan peran penting dalam lonjakan harga. Pada hari Kamis, tercatat arus masuk besar ke dalam ETF spot Bitcoin, mencapai US$365 juta, yang merupakan arus masuk terbesar sejak 21 Juli.
21Shares Bitcoin ETF yang dikelola oleh ARK Invest memimpin dengan arus masuk bersih sebesar US$114 juta, diikuti oleh iShares Bitcoin Trust milik BlackRock yang memperoleh US$93 juta. Fidelity’s Wise Origin Bitcoin Fund berada di urutan ketiga dengan arus masuk sebesar US$74 juta.
ETF yang baru-baru ini disetujui oleh Securities and Exchange Commission (SEC) pada bulan Januari telah mencatatkan total arus masuk kumulatif sebesar US$18 miliar sejak disetujui, dengan arus masuk harian terbesar tercatat pada bulan Maret. Namun, Grayscale Bitcoin Trust mengalami arus keluar sebesar US$8 juta, memperpanjang penurunan sejak Januari.
3. Kebijakan Ekonomi China yang Mendukung
Faktor lainnya yang turut berkontribusi terhadap kenaikan harga Bitcoin adalah perubahan kebijakan ekonomi China. People’s Bank of China (PBOC) baru-baru ini mengumumkan rencana untuk menyuntikkan hingga 1 triliun yuan atau sekitar US$142 miliar ke dalam bank-bank milik negara terbesar di China untuk merangsang ekonomi yang melambat.
Selain itu, PBOC juga memotong suku bunga pinjaman ke bank-bank komersial sebesar 50 basis poin.
Kebijakan moneter China ini memiliki dampak signifikan terhadap harga Bitcoin, yang sering kali berkorelasi dengan neraca PBOC. Dalam 30 hari terakhir, perkembangan di China telah menunjukkan korelasi kuat dengan pergerakan harga Bitcoin, menurut data dari Coindesk.
Pandangan Jangka Panjang: Potensi Kenaikan Lebih Lanjut
Meskipun saat ini Bitcoin belum mencapai rekor tertinggi sepanjang masanya, sentimen pasar tampaknya positif dengan inflasi yang menurun dan kebijakan moneter yang mendukung baik di AS maupun China. Namun, volatilitas pasar kripto tetap menjadi perhatian utama, dengan pergerakan harga yang bisa berubah secara signifikan dalam jangka pendek.
Dalam konteks jangka panjang, jika arus masuk ke ETF Bitcoin terus tumbuh dan kebijakan moneter tetap mendukung aset-aset spekulatif, Bitcoin memiliki potensi untuk mencapai dan bahkan melampaui rekor tertingginya di masa depan. Di sisi lain, perubahan kebijakan ekonomi global, terutama di AS dan China, akan terus memengaruhi pergerakan harga aset digital ini.