wmhg.org – JAKARTA. China telah mengumumkan keputusan penting yang akan mempengaruhi pasar global, yaitu mengakhiri kebijakan rebate pajak ekspor untuk aluminium dan tembaga, serta menurunkan rebate pajak untuk beberapa produk lainnya.
Kebijakan ini akan mulai berlaku pada bulan Desember, dan diperkirakan akan memiliki dampak signifikan terhadap perdagangan global, terutama bagi negara-negara mitra dagang utama China.
Kebijakan Baru Terkait Pajak Ekspor
Kementerian Keuangan China dan Administrasi Pajak Negara mengumumkan pada hari Jumat bahwa mulai bulan Desember, rebate pajak ekspor untuk aluminium dan tembaga akan dihentikan.
Meskipun tidak ada penjelasan resmi terkait alasan penghapusan ini, kebijakan tersebut mencerminkan langkah strategis China di tengah kekhawatiran global mengenai kapasitas produksi yang berlebihan.
Selain itu, untuk beberapa produk lainnya, termasuk minyak olahan, baterai, dan produk mineral non-logam, rebate pajak ekspor akan diturunkan dari 13% menjadi 9%.
Langkah ini menunjukkan pergeseran kebijakan perdagangan China yang lebih terfokus pada penyesuaian dengan kebutuhan dan kepentingan global, termasuk upaya untuk mengurangi ketegangan dagang yang meningkat.
Latar Belakang Kebijakan dan Dampaknya
China telah lama menerapkan kebijakan rebate pajak ekspor sebagai cara untuk mendukung produk-produknya agar tetap kompetitif di pasar internasional. Pada periode antara Maret 2020 dan akhir 2021, lebih dari 90.000 perusahaan di China menerima rebate pajak ekspor yang mencapai 37,7 miliar yuan (sekitar US$5,2 miliar).
Namun, kebijakan ini mulai mendapat kritik keras, terutama dari negara-negara mitra dagang utama seperti Amerika Serikat, Eropa, dan Amerika Selatan.
Pada bulan Mei, negara-negara G7 menyuarakan kekhawatirannya mengenai praktik perdagangan China yang dinilai merugikan ekonomi mitra dagang melalui penggunaan kebijakan non-pasar yang komprehensif.
Sebagai respons terhadap ini, beberapa negara mulai memberlakukan tarif yang lebih tinggi terhadap produk-produk asal China, seperti baja dan kendaraan listrik, yang dipandang sebagai hasil dari praktik subsidi yang tidak adil.