wmhg.org – JABALIA, Gaza. Manal Al-Harsh, seorang ibu 36 tahun, kembali ke rumahnya di Jabalia, Gaza Utara, setelah gencatan senjata mulai berlaku.
Namun, yang ia temukan hanyalah puing-puing dan kehancuran.
Rumahnya telah rata dengan tanah. Tanpa pilihan lain, ia mendirikan tenda darurat dari selimut bekas untuk melindungi anak-anaknya dari panas dan dingin.
Namun, kehidupan di antara reruntuhan penuh dengan ancaman lain—tikus dan anjing liar yang berkeliaran mencari makanan.
Kami tinggal di sini, tapi kami takut. Ada tikus, ada anjing. Tidak ada tempat yang layak. Kami punya anak-anak. Ini sangat sulit, katanya sambil melangkah hati-hati di atas puing-puing.
Ia mencoba mencari pakaian anak-anaknya di antara reruntuhan, namun hanya menemukan pakaian yang sudah compang-camping.
Kami datang dengan tangan kosong. Harga barang di sini sangat mahal, sementara kami tidak punya uang untuk membeli apa pun, ujarnya.
Banyak warga Gaza yang kembali ke rumah mereka setelah berbulan-bulan mengungsi.
Mereka berjalan sejauh 20 kilometer atau lebih di sepanjang jalan pesisir menuju utara, membawa sisa harta benda yang masih bisa diselamatkan.
Namun, kepulangan mereka bukan akhir dari penderitaan.
Kami tidur di sini, tapi kami tidak benar-benar tidur. Kami takut seseorang akan datang dan menyerang kami, katanya dengan suara putus asa.
Dalam situasi yang semakin sulit, Al-Harsh merasa hidup di antara reruntuhan hampir mustahil.
Lebih baik mati, ucapnya lirih.